TEMPO.CO , Bandung - Banyaknya band independen atau biasa disingkat indie tak membuat sejumlah perusahaan rekaman atau label indie di Bandung mudah mengorbitkan karya musiknya. Ada beberapa syarat yang diterapkan. Salah satunya hanya khusus menerima band indie dari Bandung, seperti yang dilakukan label Grimloc.
Label indie yang berkantor di Jalan Kartini Nomor 21 Bandung itu didirikan pada 2011. Pendirinya Herry Sutresna alias Morgue Vanguard atau biasa disapa Ucok, mantan vokalis band Homicide, bersama Didit dan Gaya Nugraha dari band Eyefeelsix. “Kami bikin label untuk komunitas, semangatnya membantu band-band berkarya,” ujar Ucok.
Meniru langkah sebuah label indie di Washington, Amerika Serikat, Grimloc pun hanya menerima karya band-band indie Bandung. Tujuannya untuk menjaga komunitas band indie di Bandung terus berdenyut. Beberapa band dari luar kota, meski musiknya mereka nilai apik, dengan terpaksa ditolak secara halus dan disarankan untuk mencari label lain.
Adapun jenis musik yang diterima yakni hip-hop, eksperimental, hardcore, dan punk metal. Itu pun jika disukai para pemilik label, dan dinilai apik oleh rekan komunitas metal. “Ada juga yang diledek dulu supaya karyanya bagus dan layak jadi album,” kata Ucok di kantornya.
Label indie lain, seperti Fast Forward (FFWD), tidak menerapkan prinsip teritorial atau wilayah asal band indie. Meski begitu, salah seorang pendiri label tersebut, Helvi Sjariffuddin, mengatakan, pihaknya tak gampangan juga menaungi band indie dan mengedarkan salinan albumnya. "Kami label santai, tidak punya target sebulan atau setahun harus sekian band dan album," ujarnya.
Band yang diterima FFWD beraliran antara musik rock hingga pop. Misalnya, band Mocca, The Sigit, Homogenic, The Milo, dan White Shoes & Couples Company. "Kalau kami nilai bagus bisa kerja sama," kata Helvi.
ANWAR SISWADI