TEMPO.CO, Jakarta - Wangi parfum beraroma bouquet menyeruak di antara bau rumput dan tanah yang basah. Dindin Sulistyowati, 20 tahun, si empunya wangi tengah memegang lengan laki-laki di sampingnya. Perempuan dari Salatiga, Jawa Tengah, ini dengan senang menemani pasangannya menyaksikan perhelatan musik metal Magnitude Hammersonic 2015 di Jakarta, meskipun ia bukan metal addict.
Berkaos abu-abu dipadukan celana jins biru muda, ia terlihat mencolok di lautan manusia berpakaian serba hitam. Wajahnya pun terlihat sangat cerah dengan perona bibir merah, tak lupa perona pipi disapukan mengikuti kontur tulang pipinya. Kontras dengan wajah letih dan penuh peluh teman-temannya.
Menemani pasangan juga dilakukan oleh Ambar Sari, 23 tahun, asal Madiun, Jawa Timur. Bedanya, ia memakai kaos khas metal lengan panjang bertulis “Death Vomit” (band metal asal Yogyakarta) dipadu celana pendek model kargo. "Saya suka Death Vomit," ujar dia beralasan. Penampilan yang maskulin tak dapat menutupi sisi jelita yang tampak dari rambut hitam panjang tergerai lurus dan lesung pipitnya ketika tersenyum.
Roro, 19 tahun, asal Bogor, berulangkali dilirik oleh headbanger di sekitarnya. Tubuhnya yang sintal nampak kentara dari balutan kaos hitam ketat. Rambutnya dibiarkan tergerai, riasan di wajahnya juga belum terkontaminasi oleh keringat. Ia datang ke festival ini untuk memuaskan hasrat ingin menonton Lamb of God dan Terrorizer. "Saya memang suka musik metal dari ayah," ucapnya. Di sampingnya berdiri seorang laki-laki yang tak mengalihkan pandangan sedikitpun dari panggung.
Tak seperti perempuan lainnya yang datang bersama pasangan atau dalam kelompok, Nadhira Innayah, 20 tahun datang sendirian. "Saya memang suka musik metal. Setiap ada even hammersonic saya pasti datang," kata dia. Ia menunggu tiga band headliner: Mayhem, Terrorizer, dan Lamb of God tampil. Seperti kebanyakan perempuan di Hammersonic, make up tipis menghiasi wajahnya.
Kehadiran perempuan dalam festival metal yang didominasi kaum adam sudah lumrah. "Tapi tetap saja beda, dandanan sampai bawaan beda," ujar Gunawan, 24 tahun, asal Kebumen, Jawa Tengah. Meskipun demikian, ia merasa senang dengan kehadiran perempuan di antara barisan penonton. "Artinya konser metal nggak lagi dianggap berbahaya," kata dia.
DINI PRAMITA