TEMPO.CO, Jakarta - Trokomod bukan satu-satunya karya yang akan dipamerkan Heri Dono dalam Venice Biennale ke-56 di Italia. Heri terpilih sebagai satu-satunya seniman Indonesia yang akan memamerkan karyanya di paviliun Indonesia dalam pameran yang bakal digelar Mei-November 2015 ini. Heri juga membuat instalasi Perahu Arwah. Sementara Trokomod digarap di Bandung, Perahu Arwah dibuat di studionya di Kalasan, Gamping, Yogyakarta. Seniman lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu pun harus bolak-balik Bandung-Yogyakarta untuk menyelesaikan kedua karya tersebut.
Dalam Perahu Arwah, Heri Dono membuat sembilan perahu berbahan aluminium. Setiap perahu memiliki panjang 2 meter dengan buritan selebar 50-60 sentimeter. Saat ini, perahu-perahu dengan haluan mengerucut itu hampir selesai dikerjakan para tukang. Di geladak terpasang sebatang logam beralas fiber. Wujudnya mirip logam gamelan, gender yang lengkap dengan kayu penabuhnya. Heri Dono juga memasang lampu di dinding geladak dan baling-baling di belakang buritan.
Asmudjo, yang bertugas sebagai anggota dewan penasihat artistik, menjelaskan, sesuai dengan ciri khasnya, Heri Dono juga memasang kepala dan sayap di perahunya. Sepasang sayap dari kasa dan kerangka aluminium sepanjang 50 sentimeter dipasang di kanan dan kiri lambung haluan. Kedua sayap itu terhubung oleh seutas tali pada sebuah roda yang terpasang di atas geladak haluan. Putaran roda akan menggerakkan sayap itu.
Di kapal itu juga diletakkan patung kepala dengan helm bangsa Viking, lengkap dengan dua tanduk. Bagian tengah helm itu mirip rambut dengan model mohawk. Sedangkan di bawah lambung kapal di pasang benda mirip knalpot mobil. Instalasi itu juga bakal dilengkapi dengan video yang pengerjaannya dimulai sepekan lalu.
Heri Dono memilih komodo dalam instalasi Trokomod bukan tanpa maksud. Selama ini Heri Dono banyak berkarya dengan instalasi serupa dinosaurus dan sejenisnya. Dia menyebutnya “Donosaurus”. “Nah, kita juga memiliki komodo sebagai salah satu unsur lokal. Trokomod ini nanti akan seperti makhluk purba dari masa depan,” ujar Heri Dono seusai konferensi pers di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Jumat, 6 Februari 2015.
Melalui dua karyanya itu, Heri Dono ingin mengajak pengunjung memikirkan kembali hubungan globalisasi dengan budaya lokal. Termasuk di dalamnya sumber sejarah, sosial, politik, mistik untuk melihat posisi Indonesia, dan dia sebagai seniman. Apalagi, menurut seniman kelahiran Jakarta, 12 Juni 1960, ini, selama ini bangsa Timur cenderung dipandang sebelah mata oleh dunia Barat dan global. “Jadi ini semacam serangan balik bahwa Timur tak lagi menjadi obyek, tapi punya suara penting sebagai subyek dalam percaturan global,” ujarnya.
ANWAR SISWADI | ANANG ZAKARIA | DIAN YULIASTUTI