TEMPO.CO , Pacitan: Booming hobi batu akik membuat para perajinnya meraup berkah. Mereka bermunculan menerima jasa potong batu, membentuknya, menghaluskan, hingga membuatnya menjadi cincin dan mencetak omzet hingga Rp 700 ribu per hari.
Ini seperti yang terjadi di Pacitan, satu diantara sentra batu akik di Jawa Timur. Jumlah perajin di wilayah kabupaten itu meningkat lebih dari dua kali lipat. "Sebelum batu akik menjadi tren hanya ada 125 perajin, tapi sekarang menjadi 320," kata Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan, Nanang Indrajanto, Selasa 17 Februari 2015.
Baca Juga:
Juga, dua tahun lalu, para perajin itu terdata hanya berkelompok di Kecamatan Donorojo. Sekarang, mereka sudah terbar di 11 wilayah kecamatan yang lain. Mereka menerima jasa pemotongan, membentuk, menghaluskan, dan memasang batu akik ke tempatnya (emban).
Nanang adalah satu diantara perajin itu. Menurutnya, mayoritas perajin mengolah batu berjenis kalsedon (calchedony) yang terlihat bening dan tembus cahaya. Batu jenis ini banyak ditemukan di aliran sungai maupun ladang warga di wilayah Kecamatan Donorojo, Punung, dan Bandar. "Batu kalsedon seolah menjadi ikon batu akik di Pacitan. Penghobi dari luar kota banyak yang mencari ke sini (Pacitan)," ujar Nanang.
Yordan Argata, perajin lain membenarkan penghobi tidak hanya berasal dari Pacitan. Mereka juga datang dari sejumlah kota di Jawa Tengah seperti Wonogiri dan Solo. "Bahan yang mereka bawa kebayakan kalsedon dan kami hanya mengolahnya," ujar dia.
Proses pengolahan batu alam menjadi layak pakai, Yordan mengatakan, rata-rata berlangsung sekitar satu jam. Langkah pertama yang dilakukan adalah memotong batu sesuai dengan motif atau alurnya. Kemudian, membentuk batu dengan menggunakan gerinda listrik, dihaluskan dengan kertas gosok, dan dipoles kain yang telah dibubuhi serbuk khusus.
"Kalau sudah selesai tinggal kemauan konsumen, mau di-embani (dimasukkan ke tempat) atau tidak," kata Yordan.
Dari usaha baru yang mulai digeluti empat bulan lalu itu, Yordan mengatakan mampu mengantongi omzet antara Rp 600-700 ribu per hari, atau 10 kali lipat dari penghasilan para perajin di masa sebelum ada booming. Duit sebanyak itu merupakan hasil pengolahan rata-rata 60 batu akik per hari. "Hasilnya cukup banyak, tapi saya kira usaha seperti ini tak bisa bertahan lama karena keberadaan batu alam terbatas," ujarnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO