Masih dalam perhelatan Sastra Kepulauan, Hujan Senja II dipentaskan oleh Anzul. Karya instalasi ini didedikasikan untuk Asdar Muis R.M.S. (almarhum) yang meninggal dunia setelah menuntaskan pertunjukannya, Melukis Bayi Laut, di Fort Rotterdam, saat pergantian malam 27 Oktober.
Hujan garam dalam Hujan Senja II adalah seri Kampung Garam #39. Anzul, yang bercerita kepada Tempo, Senin lalu, di rumahnya, di Daya, Makassar, memulai pertunjukannya dengan menebar beberapa lembaran koran bekas, dibentuk seperti jembatan. Lalu ia berjalan meniti jembatan koran itu sambil menabur-naburkan garam ke muka dan kepalanya secara bergantian. Berjatuhan dan berceceran di koran. Garam itu bercampur huruf-huruf tentang Asdar. Juga ada perahu.
Anzul juga menumpahkan cat, katanya, ini simbol, kehadiran Asdar yang selalu memberi warna. “Tangan di atas katamu menjelang magrib/mengingatmu.../merangkai huruf, memberi angka/ mengingatmu.../laut, meja makan, dan tanjung/mengingatmu.../ikhlas, tulus/mengingatmu.../tangan di atas dan Al-Fatihah” demikianlah sepenggal bait puisi berjudul Tangan di Atas, seri Kampung Garam #38, yang ditulis Anzul, 6 November lalu.