TEMPO.CO, Jakarta -Film The Look of Silence atau Senyap memberikan secercah harapan untuk korban dan keluarga korban peristiwa pembantaian 1965. Mereka menginginkan penjelasan pemerintah dan upaya rekonsiliasi digelar setelah hampir 50 tahun peristiwa 1965.
Harapan itu disampaikan oleh Bejo Untung, dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) Bejo Untung. Dia menyampaikan rasa terima kasih atas pemutaran film karya Joshua Oppenheimer tersebut. “Dengan film ini suara kami bisa disuarakan di mana-mana, sampai tingkat internasional. Sudah 50 tahun kami terbungkam,” ujar Bejo Untung di sela-sela konferensi pers pemutaran film Senyap di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin, 10 November 2014.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Diah Wahyuningsih Rahayu, salah satu keturunan korban peristiwa 1965. Menurut dia, pemerintah harus memberikan penjelasan atas peristiwa tersebut. Karena, tanpa penjelasan, korban dan keluarganya selamanya hidup dalam stigma negatif. Setelah itu pemerintah juga harus mengupayakan rekonsiliasi “Semua warga negara dilindungi konstitusi, tapi korban dan keluarganya distigmatisasi, dituduh, dan dibantai.” ujar Diah usai menonton film itu.
Guru Sejarah di SMA Negeri 4 Batam itu meminta pemerintah segera mewujudkan upaya rekonsiliasi terhadap keluarga korban peristiwa 1965. Selain itu dia juga meminta peninjauan materi pelajaran sejarah terutama yang menyangkut peristiwa ini.
“Saya kira harus dibongkar lagi terutama yang terkait 1965, serahkan lagi kepada sejarawan untuk menyusun secara benar,” ujarnya di sela-sela pemutaran film Senyap.
Beberapa eks-tahanan politik yang berusia lanjut juga ikut menonton pemutaran film ini. Sri Sulistyawati, misalnya. Ia mengatakan rasa sakit hatinya masih tetap menggelora. ”Dendam bisa dikikis, tapi sakit hati masih. Karena kami dituduh makar,” ujarnya usai pemutaran film.
Pemutaran film kemarin merupakan pertama di Indonesia. Ratusan penonton menyambut dengan antusias pemutaran perdana ini. Panitia semula menjadwalkan pemutaran hanya berlangsung satu kali. Namun karena animo yang cukup besar, akhirnya panitia memutarnya dua kali. Adi Rukun, tokoh sentral dalam fillm ini pun, ikut hadir dalam pemutaran perdana film ini.
Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia Muhammad Nurkhoiron mengatakan film ini memecah kebisuan penyelesaian kasus 1965. Kepada Presiden Joko Widodo, Komisi akan meminta upaya penyelesaian tragedi 1965 ini. “Beliau akan kami undang menonton film," ujarnya.
DIAN YULIASTUTI