TEMPO.CO, Jakarta - Delapan produsen telepon seluler akan mulai memproduksi ponsel di Indonesia. Langkah ini dilakukan terkait akan berlakunya pembatasan impor gadget atau produk ponsel akhir 2015.
"Ada delapan perakit besar yang akan produksi mulai 2015," kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito, Jumat, 7 November 2014, di Batam, Kepulauan Riau. Produsen itu antara lain Polytron, Samsung, Huawei, dan Trikomsel Oke.
Menurut Warsito, langkah produsen ponsel itu terkait dengan akan diterapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Peraturan itu akan mulai berlaku akhir 2015. Pembatasan importasi bertujuan menahan tingginya angka impor para vendor ponsel di dalam negeri.
Dalam beleid tersebut terdapat ketentuan 20 persen kegiatan host design (research and development). Sebesar 80 persen kegiatan manufaktur dilakukan di dalam negeri.
Warsito mengatakan pihaknya akan terus mengawasi perkembangan di lapangan terkait peraturan ini. "Bagi yang sudah merakit bisa lanjut importasi. Kalau tidak merakit, tidak bisa impor lagi," kata Warsito.
Dia berharap kegiatan perakitan produk ponsel bisa dilakukan secara join venture dengan distributor lokal. Namun, pemerintah tak mempermasalahkan jika produsen melakukannya dalam bentuk Penanaman Modal Asing.
Selama ini Indonesia hanya menjadi pasar produk gadget dan ponsel dunia. Neraca perdagangan Indonesia dari sektor ini pun defisit banyak. "Saya melihat jumlahnya sangat besar," kata Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk, Abidin, Jumat, 7 November 2014, di Batam. Sat Nusapersada adalah perusahaan perakit ponsel lokal Venera yang bekerja sama dengan importir ponsel PT Erajaya Swasembada.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Abidin mengatakan jumlah impor ponsel secara nasional pada 2012 mencapai 53 juta unit atau senilai US$ 2,6 miliar. (Baca: Indonesia Sumbang Setengah Pendapatan Mig33)
Pada 2013 impor meningkat menjadi 58 juta unit atau US$ 2,9 miliar. "Angka 2014 sampai Agustus, impor sudah mencapai 34 juta unit, setara dengan US$ 2,1 miliar. Masih ada empat bulan, angkanya bisa sampai US$ 4 miliar," kata dia. Abidin mengatakan pertumbuhan pasar ponsel Indonesia mencapai 15 persen per tahun.
Namun, defisit perdagangan bukan cuma dari impor ponsel, tetapi juga dari konten aplikasi. Nilai konten aplikasi di smartphone yang mengalir ke luar negeri mencapai Rp 70 triliun.
"Itu mau kami tangkap juga. Karya-karya anak bangsa, kan, banyak. Nah, mereka medianya kan smartphone, harus dibuat juga ketentuan memasukkan lokal konten," kata Warsito.
Saat ini keinginan untuk mengharuskan memasukkan kontel lokal dalam aplikasi ponsel sedang dilakukan oleh Kementerian Informasi dan Informatika.
AMIRULLAH
Berita Terpopuler
Jokowi: Laut Kita di Malam Hari Seperti Pasar
Susi: Media Bikin Kehidupan Saya Porak-poranda
Jokowi: Gerai Pameran RI Selalu Dekat Toilet
Genjot Industri Kreatif, Jokowi Pelajari K-Pop