“Kucing sial. Kucing bodoh. Kucing kurang ajar,” seru warga yang berang terhadap perilaku si kucing. Padahal kucing tersebut merupakan Meong Palo Karellae—karib Batara Guru yang juga diutus untuk mendampingi Sangiang Seri. Kucing ini merupakan hewan peliharaan kerajaan langit. “Filosofi kucing di Sulawesi Selatan itu sakral,” kata pimpinan produksi Idatunna Sangiang Seri, Ilman.
Perilaku penghuni bumi membuat Sangiang Seri tak terima. Belum sampai masa tugasnya habis, ia memutuskan untuk kembali ke langit. “Biarlah binasa orang di bumi asalkan saya tidak dikembalikan ke bumi,” gerutu Sangiang Seri, yang tak ingin melanjutkan misi perdamaiannya. Tindakan Sangiang Seri membuat Batara Guru marah. Batara Guru meminta putrinya menuntaskan misi kemanusiaan tersebut.
Tanpa menampakkan batang hidungnya, Batara Guru menjelaskan panjang-lebar kepada Sangiang Seri. Menurut Batara Guru, hanya Sangiang Seri yang mampu mengatasi masalah di bumi sehingga masyarakat bisa kembali akur, saling menghargai, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan adat Bugis lokal.
Setelah mendengarkan penjelasan Batara Guru, akhirnya Sangiang Seri kembali ke bumi untuk menularkan hal-hal positif. Masyarakat kembali memainkan ritual-ritual adat sebagai bentuk penghargaan atas wujud syukur atas hal yang mereka peroleh.