TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemilihan presiden 2014 ternyata menyisakan galau bagi musikus hip hop, Marzuki Mohammad. Pentolan Jogja HipHop Foundation yang mempunyai nama panggung Kill The DJ itu memang salah satu artis yang menjadi relawan pendukung Jokowi yang supersibuk waktu itu.
“Kampanye pilpres hampir dua bulan, aku ninggalin kerjaan. Menunda peluncuran buku, album. Kerjaan numpuk,” kata Marzuki saat ditemui di sela pembuatan film dokumenter tentang kelahiran lagu Jogja Istimewa di Kepatihan Yogyakarta, Jumat, 10 Oktober 2014.
Selepas itu, sembari menggarap pekerjaan yang tertunda, Marzuki prihatin. Sebab, pasca-pilpres, kondisi politik tak kondusif. Tak hanya soal gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas hasil pilpres yang sah, hak rakyat untuk melakukan pemilihan langsung juga dijegal dengan lahirnya Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mengesahkan pilkada lewat DPRD.
“Dewan kan dipilih rakyat untuk mewakili rakyat. Ketika rakyat ingin pemilihan langsung, kok malah dibungkam,” katanya.
Marzuki melihat ada proses-proses politik yang dilupakan Dewan. Semestinya, nelayan yang sibuk melaut, petani yang sibuk di sawah, dapat diwakili para wakil rakyat untuk mengurus negara. Namun rupanya, Dewan lebih memilih untuk mendahulukan kepentingan partai, kelompok, dan mengamankan kekuasaan.
Berpijak pada latar belakang itu, Marzuki bersama Rotra dan Jahanam merilis ulang lagunya berjudul Negara dalam Keadaan Bahaya. Lagu yang dibuat pada 2011 itu dinilai masih relevan dengan kondisi pasca-pilpres kali ini. “Lagu lama hanya di-remake dengan konten yang lebih segar,” tutur Marzuki.
Lagu itu sebenarnya sudah diperdengarkan sejak situasi panas saat pengajuan gugatan kubu Koalisi Merah Putih di MK. Marzuki mempertontonkan musiknya bersama Revolusi Harmoni di Salihara.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita lain:
Krisis, Gudang Garam PHK 2.000 Karyawan
Ahok Minta Polisi Usut Penyandang Dana Aksi FPI
Dukungan buat Timnas U-19 Tembus 40 Juta