TEMPO.CO , Makassar: Di bawah matahari yang mulai tinggi, Mike Turusy dari jarak jauh fokus menatap huruf-huruf yang membentuk kata “Mandar” yang berdiri kokoh di anjungan Mandar, tepian Losari. Setelah beberapa saat, pelukis ini kembali ke balik sebuah monumen, tempat menempelnya selembar kanvas dengan bentuk yang tidak biasa. Mike kembali meladeni kanvasnya, sambil sesekali melongok ke tulisan “Mandar” di depannya.
Berbekal perlengkapan cat akrilik berwarna hitam, putih, merah, biru, dan kuning, serta kuas, minyak, dan kanvas, Mike dengan cekatan melukis satu per satu elemen gambar. Seperti membuat bidang gambar, melukis bagian langit, dua huruf terakhir dari kata “Mandar”, yakni A dan R. Setiap detail ia perhatikan. Seperti garis-garis lantai yang bertingkat, sejajar dengan lukisannya.
Saat berdiri pada satu titik tertentu, meski terhalang tembok monumen, kita bisa membaca tulisan “Mandar” secara utuh. Sebagian adalah pemandangan asli, separuhnya lagi rekaan Mike. Dua huruf terakhir dari kata “Mandar” itu menempel di tembok, seolah-olah monumen itu bolong. Gambar tiga dimensi transparan itu mendekati pemandangan aslinya.
Satu per satu pejalan kaki ataupun pengendara sepeda motor berhenti sejenak untuk menikmati karya Mike. “Lukisannya seperti hidup,” ujar Rahim, 63 tahun, yang sehari-hari bersepeda melintas di Anjungan Losari. Dia berhenti sejenak, menatap cukup lama, kemudian berlalu.
“Ini fenomena satu jam di bulan Agustus, membuat monumen Toraja yang keropos seperti terbang,” ujar Mike. Ide ini muncul ketika Mike kehabisan kanvas. Dia akhirnya memanfaatkan jendela yang masih polos sebagai kanvasnya. Di atas daun jendela itu, Mike melukiskan genteng yang biasa dilihatnya dari balik jendela.
Pelukis berusia 46 tahun ini kemudian berbagi dengan melukis melalui cara yang sama di Losari. “Melukis itu tidak hanya untuk diri pribadi, tapi juga harus berbagi rasa dengan masyarakat.” Meski menempel di tembok monumen, kata Mike, kanvas itu tidak akan merusak material bangunan.
Ketua Pengelola Ruang Seni Rupa Makassar, Siswadi Abustam, menyebut aksi Mike sebagai hal yang baru di Makassar. “Lukisan ini langka dan pertama kali ada di Makassar. Mike Turusy adalah salah satu perupa maestro di Makassar.”
REZKI ALVIONITASARI
Berita lain:
Indonesia Raya Akhirnya Berkumandang di Incheon
Golkar Paling Diuntungkan dari UU Pilkada
#ShameOnYouSBY Hilang, Muncul #ShamedByYou