TEMPO.CO, Bandung - Deddy Mizwar sempat resah, merasa ada sesuatu yang mengganjal di benaknya. Wakil Gubernur Jawa Barat ini risau karena wilayahnya, bahkan Indonesia, belum memiliki gedung opera. Akibatnya, pertunjukan seni tingkat dunia hanya mampir di Singapura. "Orang Indonesia harus ke sana untuk menonton," katanya pekan lalu. (Baca: Deddy Mizwar: Ayi Beutik Inspirator Hebat)
Selama ini, Bandung mengandalkan Sasana Budaya Ganesha milik Institut Teknologi Bandung di Jalan Siliwangi untuk menggelar pentas dalam skala besar. "Tapi, tunggu dua tahun lagi," kata Deddy.
Peraih Piala Citra 1987 lewat film Nagabonar ini berjanji mewujudkan gedung opera di Bandung. Dua pekan lalu, dia mengundang Wali Kota Bandung Ridwan Kamil ke lokasi di Jalan Pahlawan tersebut. Luasnya 4 hektare. Di sana masih berdiri Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan milik Dinas Pendidikan Jawa Barat. (Baca: Alasan Ridwan Kamil Ingin Sanksi Sosial @kemalsept)
Deddy mengatakan gedung kesenian membutuhkan pengaturan yang lebih njelimet ketimbang balai konvensi. "Di convention center, akustik ruangan tidak terlalu penting, tapi di gedung kesenian penting," ujarnya. "Tapi bisa digunakan sebagai tempat pertemuan juga."
Menurut Deddy, gedung kesenian juga menuntut adanya bentuk yang khas. "Seperti Opera House di Sydney," katanya.
Untuk itu, Ridwan Kamil—pakar arsitektur ITB dan desain perkotaan lulusan University of California, Berkeley—mengusulkan dua nama arsitek kelas dunia: Santiago Calatrava dari Spanyol dan Dame Zaha Mohammad Hadid dari Inggris. Calatrava, 63 tahun, merupakan desainer seabrek bangunan termasyhur, termasuk Museum Seni Milwaukee dan Kota Seni-Science di Valencia. Sedangkan Hadid, 63 tahun, merancang Guangzhou Opera House. "Enggak sembarang orang bisa mendesain gedung kesenian kelas dunia," kata Ridwan.
Meski memiliki latar belakang arsitektur, Emil—panggilan Ridwan Kamil—tidak ikut serta dalam rancangan proyek pemerintah provinsi tersebut. "Saya hanya mengarahkan agar menggunakan kualitas terbaik, termasuk arsiteknya," ujarnya.
Begitu mendapat rekomendasi Emil, Deddy langsung mencari informasi tentang Calatrava dan Hadid di Google. "Luar biasa karya-karya mereka," katanya. Saking kepincutnya, Deddy mewajibkan investor menggandeng satu dari dua nama tersebut.
Proyek ini memang menggandeng investor. Menurut Deddy, gedung kesenian Jawa Barat akan berdampingan dengan hotel dan mal. "Investor yang bikin, kami hanya menyediakan tanah," katanya.
Deddy tidak bersedia menyebutkan penyuntik modal tersebut. Menurut Kepala Biro Perencanaan Barang Daerah Jawa Barat Dadang Suharto, investor yang paling serius adalah Benhil Property, yang sedang membangun Gedung Peruri 88—direncanakan setinggi 400 meter—di Jakarta Selatan. "Para investor akan mengikuti beauty contest untuk mengantongi izin kelola 30 tahun," ujarnya.
Deddy mengatakan telah memberikan jadwal ketat supaya impiannya bisa mulai dibangun tahun depan. "Lelangnya bisa dikejar enam bulanan ini," katanya.
Menurut Emil, gedung itu bakal memiliki efek berlipat. Pertama, tentu saja, sebagai rumah seni. Dia mencontohkan Bali yang menjadi tempat pariwisata nomor satu karena melestarikan keseniannya. "Identitas Bandung sebagai Kota Sunda juga akan mendapat tempat," katanya. "Kalau tidak mendapat tempat, kesenian tidak akan survive."
Efek lainnya, Emil melanjutkan, makin bergeraknya roda perekonomian. Dia mengatakan Bandung, kota berpenduduk 2,5 juta, memiliki modal besar pada bidang pariwisata, terutama fashion dan kuliner. "Jadi, sehabis konser, penonton bisa berbelanja atau makan," ujarnya.
REZA MAULANA | AHMAD FIKRI | RISANTI |HP
Terpopuler
School For Gaza, Galang Dana Sekolah di Palestina
Mendadak Pap Smear
IPEKA Raih Emas dan Perunggu di Olimpiade Sains
Lari, Olahraga Mudah dan Menyehatkan