TEMPO.CO, Yogyakarta - Perupa Pupuk Daru Purnomo akan menampilkan empat seri karyanya dalam pameran tunggal berjudul "Pupuk DP, Me, Myself and Eye" di Galeri Nasional, Jakarta, 13 Agustus-25 Agustus. Karya seni yang Pupuk pamerkan, di antaranya, seni instalasi seri etalase boneka, seri kematian, maestro meeting, dan seven and sacrifice.
Selain karya instalasi, pameran yang dikurasi Jim Supangkat ini juga memamerkan karya patung dan lukisan. “Pameran ini menggambarkan introspeksi diri saya dan keluarga,” kata Pupuk, Senin, 4 Agustus 2014.
Karya Pupuk yang semuanya berukuran besar kaya metafoar. Untuk seni instalasi boneka, Pupuk menyajikan delapan judul karya. Dalam karya berjudul "Keseimbangan (Balance)" berukuran 116 X 231 sentimeter, Pupuk menggambarkan dua pasang boneka manusia yang berdiri di atas kayu yang mirip dengan jungkat-jungkit. Ia juga menampilkan narasi dalam karya instalasi itu, antara lain "privaci", "pray", "konflik’s", "eat", "komitmen", "love", dan "balance". Karya ini Pupuk ciptakan pada 2013.
Ada juga boneka instalasi pada karya berjudul "Berdamai dengan Seni (Come to Terms with Art)". Dua pasang boneka itu dipasang menggantung pada kotak kayu. Sejumlah buku terpajang di bawah boneka menggantung.
Pupuk sebelumnya pernah memamerkan 30 karya dalam pameran seni rupa berjudul "Meta/ Mata Seniman Pupuk Daru Purnomo" di Sangkring Art Space Yogyakarta, 26 Oktober – 8 November 2013. Karyanya berupa lukisan dan patung, antara lain berjudul "Imajinasi Seksual (perempuan) " dan "Imajinasi Seksual (pria)". Sejumlah karya yang pernah dipamerkan di Sangkring Art juga akan dipajang di Galeri Nasional.
Seniman yang pernah berpameran di National University of Singapore Museum ini pernah mengalami gangguan penglihatan pada 2009-2012. Penglihatannya ganda, sehingga membuat jiwanya terguncang. Toh, pada saat itu dia terus berkarya.
Ketika mematung, ia mengandalkan indera peraba untuk mengatasi persoalan penglihatannya. Ide membuat karya, kata Pupuk, justru menumpuk dari penglihatannya yang bermasalah. “Saya tetap melukis dan membuat patung semampu saya,” katanya.
Alumnus Jurusan Seni Lukis Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini mengatakan gangguan kesehatan itu mendorongnya untuk mengadakan pameran tunggal. Ia menyebut karya pada pameran ini tidak ramah pasar. Padahal ongkos produksi karyanya membengkak. “Saya ingin merayakan keberhasilan melewati cobaan hidup,” katanya.
SHINTA MAHARANI