TEMPO.CO, Purbalingga - Pelajar Sekolah Menengah Atas Bukateja Purbalingga yang tergabung dalam kelompok ekstrakurikuler sinematografi Sabuk Cinema menggarap sebuah film pendek berjudul Apa Aku Gila. Film itu diproduksi hanya dalam satu hari, pada Kamis, 20 Februari 2014, di Desa Pandansari, Kecamatan Kejobong, Purbalingga, Jawa Tengah.
Tito Firesta Yonara, penulis skenario sekaligus juru kamera film ini, mengatakan skenario film Apa Aku Gila berasal dari cerpen berjudul serupa karangan Lisnaeni Panggayuh. "Cerpen itu berhasil menjadi pemenang pertama Sayembara Cerita Muda Purbalingga (SCMP) 2014 yang digelar Kelas Menulis Purbalingga," ujar Tito, Jumat, 21 Februari 2014.
Apa Aku Gila mengisahkan seorang pemuda pencari rumput yang bernama Dirman. Ia hanya mampu mengutuk dirinya sendiri lantaran tak mampu menyelamatkan seorang gadis cantik yang disekap dua lelaki di tengah hutan. Dengan sebuah sepeda, ia mengejar si gadis yang dibawa kabur dengan sepeda motor.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ketika sepeda Dirman mampu menyalip sepeda motor yang membawa si gadis, mereka malah jatuh saling bertubrukan. Meski terluka, Dirman berusaha bangkit.
"Rika agep nyulik bocah wadon kiye ya? Culna! (Anda hendak menculik anak gadis ini ya? Lepaskan!)," ujar Dirman, menantang para penculk. "Nyulik? Kiye anake nyong, anu ora waras! Ko gelem kambi anake nyong? (Menculik? Ini anak saya, yang sakit jiwa! Kamu mau sama anak saya?)," kata salah seorang lelaki.
Menurut Tito, ia dan beberapa teman di Sabuk Cinema mencoba menuliskan kembali cerita dalam cerpen itu ke dalam bentuk skenario film pendek setelah mengantongi izin dari penulisnya. "Tidak mudah memang, karena harus disesuaikan dengan visual dalam film," ujar pelajar yang duduk di bangku kelas XI ini.
Sekitar dua bulan memasuki tahap praproduksi, ekskul yang tahun lalu vakum membuat film fiksi pendek ini kembali berproduksi. Tampaknya, mereka ingin kembali meraih kesuksesan film pendek yang dibuat dua tahun lalu.
Menurut sutradara Dinda Putri Hapsari, ia dan teman-temannya tidak mau berhenti berkarya. "Program ekskul sinema ya membuat film, apa pun kendalanya, karena bagi kami yang penting kerja sama dan kekompakan agar tidak bubar," kata siswi kelas X ini.
Pembina ekstrakurikuler sinema Meinur. Diana Irawati, mengatakan, meskipun sekolah sudah mendukung, keberlanjutan ekskul tetap berada pada niat dan semangat anak-anak didik. "Sekolah itu sifatnya memfasilitasi, kami para guru hanya berusaha agar anak-anak tetap semangat dalam berkarya," kata guru pengampu pelajaran ekonomi ini.
Sebelumnya, ekstrakurikuler sinema SMA Bukateja Purbalingga ini telah menelurkan film dokumenter bertajuk Angguk. Rencananya, kedua film pendek ini akan diikutsertakan dalam program kompetisi pelajar Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2014.
ARIS ANDRIANTO