TEMPO.CO, Jakarta - Acara musik Dahsyat merupakan salah satu acara musik yang membetot perhatian penonton televisi di pagi hari. Bukan karena acara musiknya, tapi karena penontonnya terbilang sering berprilaku ajaib.
Para penonton ini terlihat paling heboh karena bersorak dan bertindak hal tak lazim, hingga keluar sebutan anak alay. Jahja Imanuel Rianoto, sang produser mengakui kalau anak alay itu menjadi salah satu pemikat untuk meramaikan acara.
"Biasanya televisi bikin acara musik, artis perform, ada host dan musik, selesai," kata pria yang biasa disapa Opa Jahja, Rabu 29 Mei 2013. "Kita bikin dimana enggak hanya artis saja. Tapi penonton yang juga dekat dengan artisnya. Dan host bisa interaksi dengan penonton juga," kata Opa Jahja.
Pada awalnya, penonton Dahsyat harus melewati audisi untuk menjadi tim sorak alay Dahsyat. Setelah berkembang, Dahsyat menyewa jasa Kapur Barus Agency. Menurut Opa Jahja, penonton di Dahsyat juga ada dari penonton harian biasa. Menurut pria kurus ini, penonton dibayar sekitar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per-episod.
Untuk merekrut tim sorak yang juga harus bergaya alay dan nyeleneh itu, Opa Jahja memberikan persyaratan khusus. Untuk kisaran usia yang dipersyaratkan pada awalnya 18-25 tahun. Namun seiring berjalannya acara Dahsyat selama lima tahun terakhir, penontonnya sudah bervariasi.
"Hari biasa anak-anak engak boleh nonton, karena sekolah. Nanti kita bisa kena. Mereka boleh nonton Dahsyat kalau mereka sekolahnya siang," katanya. Ia lantas menjelaskan bahwa beberapa dari tim sorak alay Dahsyat ada yang sengaja membawa seragam sekolah saat menonton di pagi hari. Usai acara, mereka langsung berangkat ke sekolah masing-masing.
NURUL MAHMUDAH
Berita Lain:
Edsus Aksi Alay
Ketika Mahasiswa Mencoba Jadi Anak Alay
Jadi Komoditas, Anak Alay Sulit Dihentikan
Penonton Alay Bisa Beri Dampak Buruk pada Remaja
Susah Jadi Artis, Mereka Jadi Anak Alay
Aksi Alay, KPI Menegur Penonton Anak Sekolah