TEMPO.CO, Jakarta - Ustad Jefry Al-Buchori atau biasa disapa Uje meninggal dunia pada Jumat dinihari, 26 April 2013. Kabar berpulangnya Uje yang sudah tersiar dari subuh tadi tentunya mengagetkan banyak pihak. Terutama untuk kalangan para dai dan kerabat terdekatnya.
Banyak sahabat yang memiliki kenangan indah bersama almarhum. Uje terkenal sebagai sosok yang mengayomi dan tidak pernah merasa iri terhadap popularitas rekan sesama dai yang sedang melambung.
Terlahir dan berada di lingkungan yang cukup terjaga dengan nuansa keagamaan serta mendapatkan didikan yang keras dari sang ayah, Uje dikenal bandel sedari kecil. Meskipun selepas sekolah dasar Uje sempat dimasukkan ke pesantren, hal itu tidak serta-merta membuat dirinya menjadi anak yang alim dan patuh.
Walau terkenal nakal, lantaran besar di lingkungan yang taat agama, Uje menjadikan pelajaran agama sebagai salah satu mata pelajaran yang disukainya. Dia sempat menjuarai lomba azan dan membaca Al-Quran. Namun pendidikan agama dan kehidupan pesantren tidak memberi perubahan yang cukup berarti pada diri Uje. Uje merasa hidup di dua dunia.
Menginjak remaja, Uje pun mulai memasuki kehidupan malam yang erat dengan minuman keras dan obat-obatan. Diakuinya bahwa ia sempat mencoba bermacam obat-obatan terlarang. Uje mengakui, saat pergaulannya semakin dalam di dunia kelam, maka ia merasa ilmu agama dan kemampuan membaca Al-Quran yang telah dipelajarinya seolah menghilang.
Sebelum memilih jalan hidup menjadi seorang pendakwah, Uje sempat menapaki karier sebagai pesinetron. Apih--panggilan Uje kepada ayahnya--adalah orang yang menolak keras kariernya saat itu.
Kematian ayahnya pada 1992 pun tidak membuat Uje berubah. Hingga pada suatu waktu Uje bermimpi aneh. Beberapa malam dilaluinya dengan bermimpi dunia seolah akan kiamat. Perasaan takut mulai muncul dan mengganggu pikirannya, dan membuat tidurnya tidak pernah nyenyak. Mimpi itu menjadi salah satu proses Uje mendapatkan hidayah.
Titik tolak perubahan dalam diri Uje terjadi ketika ia melakukan umrah bersama ibu dan kakaknya. Di Mekah, Uje melakukan pertobatan sampai membentur-benturkan kepalanya memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang selama ini dilakukannya.
Setelah umrah, Uje mendapatkan amanah dari almarhum kakaknya, Ustad Haji Abdullah Riyad, agar melanjutkan peran dakwahnya di Majlis Ugama Islam Singapura untuk menjadi imam besar di Singapura.
Proses dakwah Uje pun tidak langsung berjalan mulus walaupun ia terkenal pandai membaca Al-Quran. Ketika ia sedang berdakwah, jemaah salat bubar karena tidak suka Uje menjadi imam, mengingat masa lalunya sebagai pemabuk dan pengguna narkoba. Namun Uje tidak surut. Ia terus melakukan dakwah dari satu majelis ke majelis lainnya.
Beberapa hari sebelum meninggal, pada salah satu akun media sosialnya, Uje sempat menulis, “pada akhirnya, semua akan menemukan yang namanya titik jenuh. Dan pada saat itu, kembali adalah yang terbaik. Kembali pada siapa? Kepada DIA pastinya. Bismika Allohuma ahya wa amuut.”
PELBAGAI SUMBER | AISHA
Topik terhangat:
Caleg | Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Preman Yogya
Berita lainnya:
Ustad Jefry Al Buchori Tutup Usia di Pondok Indah
Ustad Uje Kecelakaan Usai Ngopi di Kemang
Motor Gede Uje Terlempar 20 Meter
Uje Alami Kecelakaan Tunggal
Ustad Uje Terpelanting Usai Tabrak Pohon Palem