Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Seniman Indonesia dan Malaysia Bertukar Pengalaman  

image-gnews
Ilustrasi Lukisan. dailydesigninspiration.com
Ilustrasi Lukisan. dailydesigninspiration.com
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Lukisan berjudul Empire State of Mind itu bergambar wanita dengan bibir tersungging dan mata melirik tajam. Di kepalanya tampak kastil dengan dinding ditumbuhi pohon, menara tinggi, rumah, tiang lampu jalanan, serta dua ekor rusa dengan tanduk bercabang panjang. Rambutnya yang tersanggul rapi dihiasi dengan ranting pohon, bunga, lampu taman, dan rantai menjuntai. Ada kengerian di balik wajah cantik dan dandanan eksentriknya itu.

“Lukisan itu terinspirasi oleh seorang dukun di Malaysia,” kata Rocka Radipa, 37 tahun.

Rocka ke Malaysia untuk mengikuti program residensi, Nafas Residensi. Selama sebulan, pada November 2012, perupa lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu tinggal di sana. Dukun yang dia maksud adalah Huma, 89 tahun, seorang pelukis jalanan sekaligus paranormal yang dia jumpai pada suatu sore di George Town, Penang, Malaysia. Dalam karyanya, Huma menjadikan hantu dalam imajinasinya sebagai obyek lukisan.

Di George Town pula, Rocka bertemu dengan Soon, seorang musikus jalanan berusia 70 tahun. Dengan alat musik sederhana, sejenis kecapi, lelaki tua itu memberikan inspirasi bagi Rocka untuk membuat deftone. Deftone adalah sebuah karya berupa alat musik berbentuk mirip gitar dengan bulatan yang lebih kecil di ujung lehernya. Alat ini bekerja dengan menggunakan sensor gerak. “Cara kerja sensornya mirip remote control pada televisi,” kata dia.

Manajer Nafas Residensi, Evie Triasari mengatakan program residensi memberikan kesempatan kepada seniman untuk saling mengenal budaya negara berbeda. Seniman yang dipilih adalah mereka yang memiliki konsep karya bersifat global tentang Asia.

Tanpa membatasi media yang digunakan, seniman tersebut memiliki perhatian terhadap isu-isu bersama di dua negara. “Untuk memperkuat seni rupa di Asia,” kata dia. Dari Indonesia, selain Rocka, ada Donna Prawita Arissuta dan Anton Subiyanto yang mengikuti program residensi. Tapi hanya Rocka yang mendapat kesempatan berkunjung ke Malaysia, bersama kurator Rusnoto Susanto.

Tahun ini, tiga orang seniman asal Malaysia, yakni Mariana Saleh, Muhammad Syahbandi Samat, dan Ruzzeki Harris diberi kesempatan juga untuk tinggal di Yogyakarta selama sebulan.

Selama program residensi, setiap seniman menghasilkan karya yang kemudian dipamerkan di Langgeng Art Space Yogyakarta dalam pameran bertajuk "Showcase Cycle Two 2013" pada 13-22 Maret 2013. Tak kurang dari 30 karya enam perupa peserta residensi yang dipajang di sana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika Rocka terinspirasi dengan orang-orang yang ditemui di negeri jiran, seniman Malaysia Mariana Saleh justru terpesona dengan situs sejarah bekas pemandian Taman Sari yang terletak di lingkungan KeratonYogyakarta. Mariana yang datang ke Yogyakarta bersama dua anaknya, terinspirasi bentuk pintu dan jendela di Taman Sari ketika membuat lukisan berjudul Mimpi di Taman Sari.

Perupa yang lebiih banyak menampilkan obyek anak-anak dalam lukisan itu menggambar seorang anak perempuan dalam posisi menyamping di dalam jendela berbentuk setengah lingkaran.

Selain terinspirasi dengan arsitektur Tamansari, Mariana terinspirasi dengan wayang kulit. Seniman grafis lulusan Art Direction School and Desaign, Kuala Lumpur ini menambahkan gambar wayang dalam karyanya yang berjudul Aku dan Srikandi. Mariana mengatakan tertarik dengan wayang karena di Malaysia juga ada wayang. Bedanya, “Di Malaysia wayang sudah pupus (punah),” katanya. Sementara di Indonesia, wayang tetap dilestarikan.

Kurator pameran, Rusnoto, mengatakan program ini menggali kesamaan budaya yang sama di antara kedua negara. “Seniman Indonesia dan Malaysia memiliki spirit yang sama,” kata dia.

Selama sebulan di Malaysia, ia mendapati perkembangan seni rupa yang pesat. Padahal di tahun 2000, kata dia, dunia seni rupa di negeri jiran itu belum apa-apa dibanding di Indonesia. Perkembangan itu tak lepas dari perhatian pemerintah mereka terhadap karya intelektual. Sejumlah seniman yang dinilai berbakat dikirim ke sejumlah negara untuk sekolah. Cara itu dilakukan untuk mengejar ketertinggalan. Sayang, upaya yang sama tidak dilakukan di Indonesia.

ANANG ZAKARIA

Berita Terpopuler:
Tahanan LP Sleman Sempat Dianiaya Sebelum Ditembak

Drama 14 Jam Serangan Penjara Cebongan Sleman

Asal-usul Peluru di Penjara Cebongan Sleman

Gara-gara Eyang Subur, Adi Bing Slamet Dimusuhi

Pengamat: Penyerangan LP Sleman Tanda Frustrasi

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

6 Oktober 2018

Direktur Seni Nuit Blanche, Sean C.S Hu menyampaikan program Nuit Blanche ketiga di kota Taipei, Taiwan, 4 Oktober 2018.  Martha Warta Silaban/TEMPO
500 Seniman Ramaikan Nuit Blanche di Taiwan

Berbagai pertunjukan seni seperti musik juga akan ditampilkan di Nuit Blanche Taiwan, termasuk dari para tenaga kerja Indonesia.


Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

4 November 2017

Meme Setye Novanto. twitter.com
Komikus Si Juki: Apa pun Bisa Jadi Meme

Apapun saat ini bisa dijadikan meme. Perbincangan meme kembali hangat setelah penangkapan seorang pembuat meme tentang Ketua DPR Setya Novanto


Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

9 Agustus 2017

Seniman Teguh Ostenrik tengah mempersiapkan karyanya yang akan dipajang di Kalijodo. Foto: Gino Hadi Franky
Karya Teguh Ostenrik Akan Hiasi Kalijodo

Karya instalasi ini masih dalam proses pembuatan. Karya ini
rencananya dipasang akhir September mendatang.


Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

31 Juli 2017

Ilustrasi wanita membuat video. shutterstock.com
Di Indonesia Seni Video Belum Diserap Pasar Kelas High End

Seni video yang dinilai memiliki perkembangan cukup bagus di Indonesia diharapkan segera mempunyai pasar.


Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

18 Juli 2017

I Putu Sunarta dan dua gitar Divart karyanya jenis akustik dan elektrik. Lokasi di rumahnya, Banjar Dukuh, Desa Penebel, Tabanan, Bali, Selasa, 11 Juli 2017/BRAM SETIAWAN
Kisah Putu Sunarta, Seniman Ukir Pembuat Gitar Divart dari Bali

Lama menekuni seni ukir, I Putu Sunarta kini dikenal sebagai
pembuat gitar bermerek Divart di Bali.


Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

12 Februari 2017

Buku - Arie Smit, Maestro Pemburu Cahaya.  Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Buku Biografi Pelukis Arie Smit Terbit, Ini Resensinya  

Buku biografi pelukis Arie Smit yang ditulis Agus Dermawan T.
terbit.


Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

16 November 2016

Direktur Museum Van Gogh, Axel Rueger (kiri), berpose di samping lukisan
Otentisitas Sketsa Van Gogh yang Baru Ditemukan, Diragukan

Buku Sketsa The Lost Arles yang baru dirilis internasional disebut memuat 56 sketsa karya maestro lukis Vincent Van Gogh.


Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

25 Oktober 2016

Seniman asal Jogja, Gatot Indrajati. idchinaart.org
Gatot Indrajati Sabet UOB Painting of the Year 2016

Seniman asal Yogyakarta Gatot Indrajati mendapat penghargaan UOB Painting of the Year 2016.


Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

25 Februari 2016

Ratna Riantiarno memotong tumpeng usai menggelar persiapan pementasan lakon
Berusia 39 Tahun, Teater Koma Berharap Tetap Koma

Punya pemain dan penonton setia. Tetap harus berjuang menjadi
teater yang disukai masyarakat.


Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

5 Januari 2016

TEMPO/Tony Hartawan
Jakarta 'Cekik' Tugu Pancoran, Edhi Sunarso Meratap Kecewa  

Nahas menerpa Monumen Dirgantara di Pancoran. Monumen itu dibangun Edhi Sunarso pada 1970, pada saat kekuasaan Soekarno sudah lemah.