TEMPO.CO , Jakarta: Raja dangdut Rhoma Irama dididik keras saat kecil oleh ayahnya, Kapten Raden Burda Anggawirja Komandan Batalion Garuda Putih di Tasikmalaya, Jawa Barat. Rhoma kecil sering dihukum oleh ayahnya dengan rotan. Pada 1958, ayahnya meninggal dan ibunya menikah lagi.
Dikutip dari Majalah Tempo dalam Rubrik Balada Sang Raja Dangdut edisi 8 Mei 2011, dikisahkan bahwa pada awal 1960-an Rhoma membentuk band Gayhand, Tornado, dan Varia Irama Melody. “Saya gemar menyanyikan lagu-lagu Pat Boone, Elvis Presley, Everly Brothers, Tom Jones, dan Paul Anka,” kata raja dangdut ini.
Rhoma juga bergabung dalam kelompok orkes Melayu. Setiap malam Minggu, ia bermain band dalam pesta orang kaya. “Ada kalanya saya bermain orkes Melayu di kampung, ditanggap pesta orang tak berpunya,” katanya.
Gara-gara bermain band, Rhoma dikeluarkan dari sekolah menengah atas sampai delapan kali. Kuliah di Universitas 17 Agustus pun terbengkalai. “Saya tidak tamat kuliah. Habis bagaimana, jiwa saya sepenuhnya untuk bermain musik,” kata bintang film Satria Bergitar ini.
Lulus SMA, Rhoma pernah kabur dari rumah. Ada desakan kuat ingin belajar agama Islam di Pesantren Tebuireng, Jombang. Ia nekat berangkat diam-diam ke Bandung. “Maksudnya dari sana dengan kereta api saya bertolak ke Jombang. Kakak saya, Benny, dan teman masa kecil, Haris, menemani saya,” kata pria kelahiran 11 Desember 1946.
Celakanya, saat itu mereka tidak mempunyai uang untuk beli tiket. Di Solo, cerita Rhoma, mereka kepergok kondektur dan diturunkan dari kereta api. “Terpaksa kami hidup menggelandang beberapa bulan. Menjelang peristiwa G30S/PKI, saya pulang ke Jakarta,” kata Rhoma.
TIM TEMPO
Baca juga:
Rhoma Irama for President
PKS: Jangan Remehkan Rhoma Irama
Rhoma Berpeluang Rebut Suara Kelas Menengah-Bawah
PPP Jagokan Rhoma Jadi Capres, PKS ''Cuek''
PPP Dinilai Ingin ''Dompleng'' Popularitas Rhoma
Rhoma Irama Butuh Modal Gede untuk Nyapres
Alasan PPP Mau Calonkan Rhoma Irama Jadi Presiden