TEMPO.CO, Yogyakarta - Studio Pertunjukan Sastra dan Antero Ideawork berkolaborasi mementaskan "Anterock Rock’N Poems with Hari Leo AER" di gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Ahad malam, 21 Okotober 2012.
Manajer Antero Ideawork Baharuddin Harahap mengatakan, jika selama ini karya sastra hanya “dipentaskan” dalam bentuk teks di koran dan buku, pertunjukan ini berusaha menyajikannya dalam syair musik. Menggabungkan puisi, rock, dan teater adalah media alternatif bagi karya sastra. “Ini (penyajian) sastra dalam media berbeda,” katanya di sela gladi resik di Pyramid Resto, Yogyakarta, Kamis sore, 18 Oktober 2012.
Anterock adalah sebuah band rock yang bernaung di bawah Antero Ideawork. Grup musik ini diawaki lima personel. Wendy H.S. (vokal), Heri Machan (gitar), Arya Samade alias Krisna (bas), Winan Pratama (keyboard), dan Sonny Sastronegoro (drum). Dalam pementasan itu, mereka akan menyanyikan lima puisi karya Hari Leo, seorang sastrawan Yogyakarta. Gadis Penjaja Luka, Nyanyian Sunyi, Air Mata Darah, Menangisi Waktu, dan Sajak Ngilu.
Wendy H.S., yang juga bertugas menjadi pengarah acara pementasan, mengatakan, kelima puisi itu ditampilkan dalam lima repertoar berbeda yang berdurasi total 50 menit. Repertoar pertama pementasan dikolaborasikan dengan performance art Citra Brang Wetan; disusul Amylee, seorang penyanyi sopran, pada repertoar kedua. Pada repertoar ketiga, berganti dengan kolaborasi video dan visual art yang dimainkan oleh Orcha Film pada layar.
Pada repertoar keempat, pertunjukan itu dikolaborasikan dengan kelompok paduan suara Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Adapun repertoar terakhir, berganti oleh kolaborasi permainan musik tiup yang dimainkan Memet Chairul Slamet, dosen Institut Seni Indonesia jurusan musik, dan permainan angklung oleh Komangyo.
Rock’N Poems, kata dia, adalah buah keprihatinan terhadap perkembangan lirik musik Indonesia yang monoton. Bertema tentang persoalan pribadi dan umumnya dangkal. Akibatnya, lagu-lagu itu bersifat eksklusif. Kalaupun sempat booming, lagunya dengan cepat menghilang dan dilupakan orang.
Menurut dia, ada sejumlah grup band Indonesia yang memiliki lagu berlirik puitis. Kla Project, misalnya. Ada pula Swami dan Kantata Takwa, yang liriknya merupakan musikalisasi puisi. Bahkan, lirik lagu-lagu God Bless juga ada yang diciptakan khusus oleh penyair Taufik Ismail.
Dan kini, sambung dia, pementasan kolaboratif ini adalah usaha mengembalikan kualitas lirik perkembangan musik Indonesia. “Kenapa tidak (untuk) mencoba lagi? Ini ada penyair Yogya, Hari Leo,” katanya.
Hari Leo mengatakan, setidaknya ada empat aspek yang menentukan kualitas lirik lagu. Tema, muatan, teknik pengungkapan, dan greget, berupa pesan yang terkandung di dalamnya. Sayangnya, kini tak banyak lagu Indonesia yang memiliki keempat syarat itu. “Pop banget, tidak ada greget dalam syairnya,” katanya prihatin.
Bagi dia, salah satu alasan minimnya lirik lagu berkualitas adalah minimnya penulis syair. Secara prinsip, menulis lirik dan bermain musik adalah dua hal berbeda yang membutuhkan keahlian tersendiri. “Yang buat musik, musik saja. Yang syair, ya syair saja,” katanya.
ANANG ZAKARIA