TEMPO.CO, Yogyakarta - Maestro musik campur sari asal Gunung Kidul, Yogyakarta, Sumanto atau yang populer dengan nama Manthous, meninggal dunia Jumat, 9 Maret 2012 pagi, di kediamannya di Jakarta.
Manthous meninggal dunia dalam usia 60 tahun setelah menjalani perawatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta akibat serangan penyakit stroke yang telah dideritanya sepuluh tahun terakhir. “Kami mendapat kabar dari keluarga di Jakarta baru pagi ini, setelah beliau tidak ada,” kata Yunianto, adik kandung Manthous, kepada Tempo, Jumat, 9 Maret 2012.
Manthous sebelumnya dikabarkan terpeleset di kamar mandi kemudian sempat dirawat beberapa hari. Namun, pagi ini, tiba-tiba ia mengalami sesak napas kemudian meninggal dunia.
Yunianto menuturkan, selama ini, kakaknya yang merupakan pemimpin Group Campur Sari Gunung Kidul (SCGK) itu masih di Jakarta dan rencananya akan dibawa dari Jakarta menuju rumah duka di Desa Playen, Kecamatan Playen, Gunungkidul. “Besok Sabtu (10 Maret) baru akan dimakamkan di Gunung Kidul,” kata dia.
Selama karier bermusiknya, kata Yunianto, Manthous mulai berkibar pada 1995 dengan tak kurang 300 lagu yang diciptakan dan delapan album yang dikeluarkan. Berkat Manthous, campur sari tak hanya terkenal di Gunung Kidul atau Yogyakarta, tapi juga nasional, bahkan mendunia.
Lagu terakhir yang diciptakan pria yang meninggalkan enam anak dari dua istri ini adalah Sakit Rindu pada 2000, yang bercerita tentang kerinduannya akan kampung halaman di Gunung Kidul.
Selama sepuluh tahun terakhir, pencipta lagu Tiwul Gunung Kidul dan Mbah Dukun ini banyak menghabiskan waktunya di Jakarta untuk menemani keluarganya. Dia terakhir bernyanyi pada pernikahan putri bungsunya, Anindya, 2010 lalu, meski terbata-bata akibat lumpuh di separuh tubuh kanannya.
Bupati Gunung Kidul Badingah, ketika dihubungi Tempo, menuturkan merasa sangat kehilangan dengan sosok Manthous. “Dia tak cuma nguri-uri (melestarikan) kebudayaan Jawa, tapi membuat kebudayaan itu seperti bermetamorfosis sehingga bisa hidup dan diterima masyarakat sesuai zamannya,” kata Badingah, yang tengah mempersiapkan gelar budaya bagi Manthous.
PRIBADI WICAKSONO