TEMPO Interaktif, Jakarta - Terhitung mulai tahun depan, tempat usaha komersial, transportasi umum, penginapan, dan semacamnya, yang memutar lagu-lagu Indonesia secara komersial, akan dikenakan tarif hak cipta.
Penetapan bea ini terkait dengan penandatanganan nota kesepahaman Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dengan Recording Industry Association of Malaysia (RIM) pada Rabu petang, 14 Desember 2011, di Kuningan, Jakarta. Dari kerja sama ini, Indonesia mengadopsi sistem dan regulasi yang telah diterapkan RIM selama 23 tahun berdiri.
Ketua Umum ASIRI Handi Santoso mengatakan kerja sama ini akan memberikan nilai positif bagi keberlangsungan label rekaman di Indonesia. “RIM sendiri beranggotakan 212 label rekaman mayor dan indie, serta mengatur sistem bea sambungan digital (RBT), album, dan pertunjukan umum,” ujar Handi. Adapun ASIRI memayungi lebih dari 70 label anggota aktif.
Ketua Umum RIM Norman Abdul Halim mengatakan, untuk menjalankan sistem tersebut, tidaklah mudah. “RIM saja butuh 14 tahun belajar jatuh-bangun. Dan kini telah mendapatkan sistem yang pas, yang akan ditularkan juga kepada ASIRI,” kata Norman.
Dalam panduan ASIRINDO, perusahaan yang ditunjuk ASIRI sebagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), tak hanya tarif pemutaran musik yang ditetapkan, tapi meliputi upaya mengkopi dalam bentuk CD atau hard disk, juga telah dipatok harga.
Semisal, usaha karaoke, pub, diskotek, dan kafe, yang memutar lagu Indonesia, akan dikenakan tarif beragam sesuai dengan skala kelas usaha. Harga ditetapkan mulai dari Rp 18 juta-Rp 162 juta.
Untuk hotel, terkena bea per tahun Rp 90 ribu per kamar. Nada tunggu dalam sistem telepon sebesar Rp 3,6 juta tiap sepuluh line pertama lagu. Adapun transportasi umum, seperti bus dan kapal feri, akan dikenakan Rp 3,6 juta.
Untuk menjalankan pungutan itu, dua ‘senjata’ telah dikantongi, yakni MoU dan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 49 ayat 2.
Adapun persentase pemutaran lagu-lagu Indonesia di Malaysia sendiri cukup besar dan bersaing ketat dengan musik Korea dan Amerika. Apalagi banyak kolaborasi musisi kedua negara, seperti Rossa-Too Phat dan Upin-Ipin dengan Padi.
Menurut Norman, dalam setahun, RIM mampu mengkolektifkan total bea hak cipta sebesar US$ 25 juta. Hasil tersebut kemudian dibagi dua, 50 persen untuk dibayarkan ke perusahaan rekaman sebesar US$ 12,5 juta, sisanya untuk pencipta lagu dan artis yang mempopulerkan. “Ada jatah 10 persen dari US$ 12,5 juta, yakni US$ 1,25 juta, yang dibayarkan untuk label rekaman Indonesia terkait,” jelas Norman.
AGUSLIA HIDAYAH