TEMPO Interaktif, Jakarta - Penyanyi Iwan Fals bakal tampil dalam pertunjukan opera bertajuk Java War! (opera) Diponegoro 1825-1830 yang digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 11-13 November 2011. Dalam pertunjukan yang disutradarai penari Sardono W. Kusumo itu Iwan tak hanya menjadi narator. Lewat tembang-tembang yang dinyanyikannya di setiap adegan, dia tampil laksana dalang mengurai kisah hidup Diponegoro seperti terangkum dalam Babad Diponegoro dan lukisan Raden Saleh berjudul Penangkapan Diponegoro.
Selama pertunjukan, Iwan Fals tampil dengan gitarnya di sisi kiri panggung membawakan tembang-tembang yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Lagu-lagu itu memperkuat adegan yang disajikan di atas panggung oleh Sardono secara teatrikal, tanpa dialog. Dalam adegan pematokan tanah-tanah di Desa Tegalrejo oleh preman-preman perusuh, Iwan bernyanyi mewakili suara Diponegoro, “Kalau hanya preman perusuh lawanlah, kalau tentara bayaran, aku tandingannya.”
Di adegan lain, Iwan bernyanyi mewakili Ratu Kidul yang bertemu Diponegoro di sebuah pendopo dekat Kali Progo, pada tengah malam bulan purnama. Di temani dua pengawalnya, Nyai Roro Kidul dan Raden Dewi, Ratu Kidul menawarkan bantuan kepada Diponegoro untuk mengusir Belanda dari Tanah Jawa. “ Semua bala tentaramu, tidak usah bertempur karena akulah yang akan berjanji untuk melenyapkan setan-setan itu,” kata sang ratu seperti tertuang dalam nyanyian Iwan.
Java War! Didukung oleh 30 penari dan didukung oleh sekitar 60 orang. Selain Iwan, artis Happy Salma juga ikut meramaikan pertunjukan ini. Dalam opera berdurasi dua jam itu Happy berperan sebagai “Diva Mabuk”, dalam adegan yang menggambarkan suasana ketegangan para tentara Hindia Belanda sebelum rencana penculikan Diponegoro dilaksanakan.
Di awal pertunjukan, sejarawan Peter Carey, penulis The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and The End of An Old Order in Java 1785-1855 (2008) juga muncul di atas panggung. Ia akan membahas lukisan copy “Penangkapan Diponegoro” karya Raden Saleh berukuran berukuran 7x14 meter yang dijadikan sebagai latar pertunjukan. “Copy Raden Saleh memasukkan dirinya di tiga potret yang berbeda. Yang pertama menunduk, yang kedua memandang tegas ke arah Diponegoro, dan ketiga menatap para penyaksi lukisan” ujar Carey.
Sardono mengatakan opera yang disajikan kali ini sangat berbeda dengan Opera Diponegoro yang pernah digarapnya. Java War! lebih mengungkap karakter Diponegoro yang sebenarnya,sebagai sosok yang tidak suka perang, tidak suka melihat darah dan ingin selalu damai. Sesuatu hal yang sangat jauh berbeda dengan karakter Diponegoro yang selama ini dikenal. Perang Diponegoro idisajikan dengan sangat artistik tanpa meninggalkan pesan sejarah. Adegan demi adegan menampilkan tata panggung dan koreografi indah dan penuh sentuhan budaya.
“Saya tak cuma ingin jadi koreografer dalam Java War, 1.825-0000, namun lebih tampak tampil sebagai “pemikir kebudayaan” yang menggunakan pertunjukan (terutama tari) sebagai medium mengutarakan kebajikan-kebajikan”, ujar Sardono.
Tiket pertunjukan Java War! dijual mulai dari Rp 150.000 untuk kelas 2, Rp. 350 ribu untuk kelas 1, Rp. 550 ribu untuk kelas VIP hingga Rp 750.000 untuk kelas VVIP. Penonton bisa mendapatkan tiket di Etcetera, Duta Suara, Plaza Senayan, Mal Kelapa Gading dan Ibu Dibyo.
NUNUY NURHAYATI