TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Frederic Auguste Bartholdi pun tak akan lagi mengenal jika patung Liberty buatannya pada 1874 berganti rupa. Terbuat dari peralatan dapur; panci, ember, bak, keranjang dan kukusan, patung kebebasan Abang Sam yang kini menjulang di langit New York, Amerika Serikat, itu mendadak naik andong, ditarik enam "kuda besi" yang merupakan orang-orang berkostum peralatan dapur.
Inilah patung Liberty ala Jogja Broadway yang ditampilkan bersama miniatur keajaiban dunia karya peserta lain dalam Jogja Java Carnival, Sabtu malam kemarin. Diarak dari Taman Parkir Abu Bakar Ali, melintasi jalan Malioboro dan berakhir di alun-alun utara Keraton Yogyakarta, Carnival merupakan puncak dari peringatan hari ulang tahun kota ke-255 Yogyakarta.
Jogja Broadway sebenarnya merupakan event pertunjukan yang menampilkan tontonan kreatif dan imajinatif yang digelar tiap tahun. Event itu digelar oleh Garasi Enterprise, divisi baru Teater Garasi. Awal tahun 2011 lalu mereka mementaskan Pangeran Embun dan Puteri Embun di Taman Budaya Yogyakarta. Seperti sosok Liberty dalam imajinasi mereka, lakon utama dalam pertunjukan Jogja Broadway selalu memanfaatkan perlatan rumah tangga sebagai kostumnya.
Selain itu ada pula miniatur yang lain. Semisal patung Spinx dan Piramida karya Kelompok Sanggar Dewata Indonesia, tembok besar Cina karya Paguyuban Hakka Jogjakarta, hingga Kuda Troya karya Art Merdeka yang digawangi perupa S. Teddy.
Di tangan Teddy, kuda Troya yang merupakan media tipu muslihat tentara Yunani saat berperang dengan Sparta itu berubah menjadi “diskotek” mini. Dikawal sepasukan binaragawan berpakaian tentara Yunani, di sekitar miniatur kuda, sekelompok orang berpakaian hitam, lelaki, dan perempuan berjoget mengikuti dentum musik yang menyentak. Melalui karyanya itu Art Merdeka mencoba merepresentasikan kembali tentang kuda Troya dalam kehidupan sehari-hari. Diskotek dan kehidupan modern kini tentu saja menawarkan kesenangan dan kenikmatan yang bisa saja berubah menjadi duka.
Ada pula miniatur keajaiban dunia, Komodo, oleh Sanggar Tari Gailarumarada Nusa Tenggara Timur; The Great Stone in The World oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko serta Adi Budha Candi Borobudur oleh Persatuan Pemuda-Pemudi Prancak Dukuh; Taj Mahal oleh Satya Wacana Carnival Salatiga; Menara Pisa oleh SMSR Yogyakarta; hingga Colloseum Roma oleh Komunitas Teplok Yogyakarta.
Semua miniatur itu dibentuk dalam format ala kreativitas perupa masing-masing. Diramaikan oleh 178 penari, arak-arakan miniatur itu diawali oleh miniatur patung garuda oleh Bank Indonesia dengan sayap-sayap bergambar aneka motif batik. Sebagai kota budaya dengan masyarakat yang beragam, “Yogyakarta adalah rumah bagi semua,” kata Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto dalam sambutan pembukaannya.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengingatkan kemeriahan puncak peringatan hari ulang tahun haruslah menjadi pengingat bahwa Yogyakarta sebagai kota yang layak huni bagi masyarakat. Ada dua hal yang harus diperhatikan, siapa pun wali kotanya, pembangunan kampung harus melibatkan warga dan mendistribusikan secara merata sumber daya bagi warga kampung. Itu karena, “Rakyatlah penentu bagi masa depan kampungnya sendiri,” kata dia, berpesan.
ANANG ZAKARIA