TEMPO Interaktif, Sleman - Pesawat terbang sepanjang kurang lebih lima meter (16,4 kaki) dan tinggi sekitar 1,2 meter (4 kaki) itu menjadi tontonan pengunjung di lantai 3 Ambarukmo Plaza, Sleman, Yogyakarta. Pesawat jenis olahraga milik Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta itu sengaja digotong untuk meramaikan pameran bertajuk Museum Goes To Mall yang digelar Badan Musyawarah Musea (Barahmus) Provinsi DI Yogyakarta, mulai 5-9 Oktober mendatang.
Bagaimana pesawat itu digotong masuk ke mal? Panitia pameran, Dwi Sulistyo, menuturkan badan pesawat itu dibagi dulu. “Dua sayapnya dilepas dulu, lalu dibawa masuk. Bodi pesawat hanya replika, yang asli hanya mesinnya,” kata Dwi kepada Tempo, Rabu, 5 Oktober 2011. Aslinya, pesawat tersebut buatan Tim Starlite di Bandung pada 1986 silam.
Pameran Museum Goes To Mall sendiri diikuti tak kurang dari 15 museum di Provinsi Yogyakarta. Pelbagai koleksi yang berbeda menambah marak suasana pameran. Semua berasal dari berbagai museum, seperti Museum Tembi Rumah Budaya, Museum Affandi, Museum Biologi UGM, Museum Gunung Api Merapi, Museum Benteng Vredeburg, Museum Rumah Sakit Mata Dr. Yap, dan Museum Sandi Negara.
Di samping replika pesawat, turut dipajang sebuah lukisan berjudul Potret Diri milik perupa kondang asal Yogyakarta, Affandi. “Lukisan ini cuma replika, karena barang yang dipamerkan tidak akan dibawa pulang, tapi terus dipajang hingga akhir pameran,” kata Budi Satrio, salah satu pengurus Museum Affandi.
Tak semua koleksi yang dipamerkan berupa replika. Motor tua Zundapp buatan Muenchen, Jerman, pada 1959 yang dikoleksi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, misalnya, merupakan barang asli yang sengaja dibawa dan dipajang.
Koleksi menarik lainnya adalah bekas kursi kerja Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono IX dan prasasti suci dokumen Maklumat 5 September 1945. Dokumen itu menjadi bukti kesediaan Yogyakarta sebagai daerah istimewa yang melebur menjadi bagian NKRI. Juga ada Buku Kode dan mesin pembaca kode SR-70b yang berusia puluhan tahun milik Museum Sandi Negara.
Konsep memamerkan museum di mal memang baru pertama kali dilakukan oleh Barahmus yang terbentuk sejak 1971. Ambarukmo Plaza dipilih karena paling ramai dikunjungi warga Yogyakarta. “Zaman sekarang orang lebih suka ke mal daripada museum. Jadi dibalik konsepnya, museum yang dibawa ke mal untuk memancing minat masyarakat,” kata Dwi.
Seorang pengunjung asal Jakarta, Mariati, menuturkan bahwa membawa koleksi museum ke mal merupakan ide cemerlang. "Orang sering malas dulu ke museum karena kesannya membosankan dan kuno. Kalau dikemas begini jadi lain, lebih hidup, dan menarik sekali," kata ibu satu anak itu.
PRIBADI WICAKSONO