TEMPO Interaktif, Jakarta - Budayawan yang juga mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Goenawan Mohamad menilai televisi sebagai medium penyaluran sebuah ide, cerita, atau ekspresi telah mengubah perspektif masyarakat soal memaknai toleransi.
Ia mencontohkan film berjudul ? (Tanda Tanya) karya Hanung Bramantyo yang batal diputar di salah satu stasiun televisi swasta pada malam Lebaran lalu karena diprotes oleh organisasi kemasyarakatan Front Pembela Islam.
Lelaki yang akrab disapa GM ini berpendapat, tak ada yang perlu dicemaskan dari film tersebut. Sebab, film itu adalah sebuah apresiasi terhadap keragaman dan toleransi yang tak hendak mengguncang kesadaran sebuah masyarakat.
"Tak ada yang menggebrak dan kontroversial dalam film itu, kecuali bagi mereka yang memang telah berprasangka bahwa Hanung sesat," kata Goenawan dalam pidato kebudayaan di Lecture Series di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya, Senin 12 September 2011. Goenawan membawakan ceramah bertema "Kaitan dan Konflik Kesenian dan Industri Budaya".
Goenawan lantas membandingkan film ? dengan dimuatnya sajak karya Chairil Anwar berjudul Sorga pada 1940. Meski isinya tajam mencemooh gambaran orang Islam terhadap surga, karya sastra yang dimuat dalam kumpulan puisi Gema Tanah Air yang dihimpun H.B. Jassin itu tidak menimbulkan kontroversi. "Tak ada protes, tak ada tuntutan agar buku itu dicabut dari peredarannya, meski dipakai di sekolah-sekolah dasar," ujarnya.
Bagitu pula ketika film Indonesia pertama dalam warna berjudul Rodrigo de Villa produksi Djamaludin Malik (Persari) beredar pada 1950-an. Dalam film yang dibintangi Raden Mochtar dan Netty Herawaty itu tampak jelas bahwa yang "jahat" adalah orang muslim Spanyol yang diperlihatkan sebagai orang asing.
Seniman asal Batang, Jawa Tengah, ini menganalisis bahwa perubahan cara pandang masyarakat terhadap toleransi ini terjadi lantaran audiens televisi telah meluas: mencapai 57 juta. Media lain yang turut mempengaruhi adalah fenomena media sosial seperti Facebook dan Twitter. Di Indonesia, kata dia, tak kurang dari 40 juta orang menggunakan media sosial ini dan akan terus bertambah.
Goenawan tak mempermasalahkan pandangan dari kelompok yang berlabel Islam garis keras ataupun kelompok lain terhadap sebuah fenomena. Baginya, meski tidak akan ketemu sampai kapan pun, pemikiran-pemikiran berseberangan itu tidak perlu dibatasi. "Dengan catatan, jangan ada kekerasan."
l KUKUH S WIBOWO