TEMPO Interaktif, Jakarta - "Ketika puisi yang baik bercinta dengan musik yang cantik, akan lahir nyanyian yang tak sekadar enak didengar."
Barangkali kita patut mengiyakan kalimat itu. Sastra tulis, seperti puisi katakanlah, bisa disampaikan dengan cara yang lebih indah dengan bentukan lain: musik. Daya tarik kata-kata menjadi tak sekadarnya. Sastrawan Sitok Srengenge mengatakan demikian saat konser perdana sekaligus peluncuran album musik sastra di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Agustus lalu.
Musisi Dian H.P.-lah yang menggarap album cantik itu. Ia mencipta 12 lagu yang kesemuanya dirangkum dalam album bertajuk Semesta Cinta.
Berangkat dari tafsir puisi-puisi Sitok Srengenge, Dian memulai menggarap album itu. Lagu-lagu digubah sebagai usaha menafsir makna cinta dari pelbagai persepsi, merenungkan esensi elemen utama alam semesta. Cinta kemudian dihayati sebagai karunia yang agung dan mistis, tapi tetap intim dan romantis.
"Tiap puisi memiliki makna yang dalam. Tafsir terhadapnya selalu menjadi tantangan bagi saya," ujar Dian. Ada kepuasan yang unik tiap kali ia menggarap musik sastra semacam ini, dan ia menjadi semakin ketagihan.
Sebelumnya Dian menafsir puisi sastrawan Nirwan Dewanto, juga Sitok Srengenge, yang kemudian dirangkum dalam album Komposisi Delapan Cinta. Dalam album tersebut Nyak Ina Raseuki (Ubiet) menjadi pendendang.
Tentu Dian tak mau mengulang tema musik dalam album terbarunya ini. Dalam album Semesta Cinta ia melibatkan 22 pendendang. Tiap lagu selalu dinyanyikan oleh pasangan penyanyi lelaki dan perempuan. Yang unik, Dian begitu jeli memilih penyanyi. Kesemuanya memiliki karakter suara yang berbeda.
Seperti penyanyi tenor Christopher Abimanyu dan soprano Binu Sukarman, mereka berdua sama-sama menyajikan karakter yang khas dengan pasangannya masing-masing. Atau Hedi Yunus dan Dea Mirella dengan karakter yang lebih pop. Bahkan ada juga pendendang Sruti Respati dengan macam suara pesinden dalam gamelan Jawa.
Aransemen lagu yang diciptakan oleh Dian dalam album ini juga tak semuanya sama. Lagu yang berakar dari komposisi musik klasik masih mendominasi. Namun tetap diwarnai dengan aroma pop dan diiringi dalam format big band.
Tetapi ada yang berbeda. Misalnya lagu berjudul Tanah yang didendangkan oleh Ira Batti dan Gideon Hallatu. Lagu ini dikomposisi dalam warna jazzy. Dian melibatkan Doni Sunjoyo (double bass) dan Indra Dauna (terompet) dalam lagu ini.
Lalu tembang Bayang yang dinyanyikan duet Sruti Respati-Samsara. Dua vokalis ini membawakan lirik dalam warna berbeda. Sruti dengan komposisi pentatonik Jawa, sedangkan pasangannya tetap berpegang dalam komposisi pop. Dua perpaduan tangga nada yang justru tak menimbulkan friksi. Pergantian yang terdengar menyenangkan.
Tak kalah menarik, lagu terakhir berjudul Cinta. Lagu ini dinyanyikan bersama-sama semua penyanyi. Kita akan mendengar warna-warna suara yang berbeda satu dengan lain berkumpul dalam satu komposisi. Sangat menarik.
Art song adalah sebuah tafsir. Seperti yang dikatakan Sitok dalam konser itu bahwa penyair tak lagi berdiri tegak di tempat yang sunyi, berjarak dari penyanyi dan pemusik yang bingar. Mereka bekerja sama agar musik menemukan kemungkinan lain dalam menawarkan pesonanya. Pun sebaliknya, puisi akan mengalami interpretasi dan ekspresi yang berbeda.
ISMI WAHID