TEMPO Interaktif, Jakarta - Mulai malam ini hingga Ahad malam mendatang, Mastodon dan Burung Kondor, naskah almarhum W.S. Rendra dimainkan ulang di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, setelah terakhir dimainkan 38 tahun lalu. Lakon Mastodon dan Burung Kondor pertama kali dipentaskan Rendra bersama Bengkel Teater pada 1973. Ditulis dan disutradarai langsung oleh W.S. Rendra pada masa itu, sosok mastodon yang ditulisnya mewakili simbol penguasa zalim. Sedangkan burung kondor adalah lambang dari mereka yang terzalimi dan tersingkir.
Kini, naskah yang pernah menggegerkan masa Orde Baru itu digarap ulang dan disutradarai oleh istrinya, Ken Zuraida, di bawah payung Ken Zuraida Project. Pementasan berturut-turut akan digelar pada 11 hingga 14 Agustus nanti di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki.
"Saya bukan Rendra dan saya tidak mungkin menjadi seperti dia. Garapan ini adalah versi saya," ujar Ken di sela-sela latihan beberapa hari lalu. Menurut Ken, teks ketika sudah di tangannya menjadi hak penuh sutradara untuk melakonkan naskah.
Ken bersama 37 pemain yang terlibat melakukan latihan intensif tiap hari selama dua setengah bulan. Mereka mengisinya dengan workshop-workshop di Bengkel Teater, Cipayung, Depok, Jawa Barat. Pemain yang terlibat adalah pemain baru di dunia teater. "Naskah ini memang berat. Saya tidak mengkarbit siapapun. Saya percaya, kita semua punya naluri histionik. Imajinasi kita pasti ada," ujar Ken.
Selain pementasan dan proses pelatihan, seluruh pemain dan tim mengadakan ritual jalan bisu pada Ahad, 7 Agustus 2011 lalu. Mereka melakukan perjalanan dengan berjalan kaki tanpa bersuara dari Cipayung, Depok, pukul 23.00 WIB menuju TIM, Cikini, pukul 06.30 WIB.
Ritual ini tak lain napak tilas apa yang pernah dilakukan Rendra dan Bengkel Teater pada 1970-an di Yogyakarta. Saat itu, jalan bisu adalah bentuk protes atas keadaan terbekapnya kesegaran hidup bersama. Protes yang tentu saja pada saat itu terarah kepada Orde Baru.
ISMI WAHID