TEMPO Interaktif, Jakarta - Langkah Tagor terasa berat meninggalkan tanah kelahirannya. Lebih sukar lagi, ia harus berpisah dengan inang tercinta. "Siapa yang akan menemani inang ngomel-ngomel nanti?" ujarnya sambil memeluk sang ibu. Semua itu dilakukan demi mengejar cita-citanya di kota besar, Jakarta.
Kisah si perantau Tagor, pemuda tanah Tarutung, Sumatera Utara, itu dibingkai dalam bentuk drama musikal bertajuk "Opera Batak: Senandung Kampoeng Halaman". Pertunjukan karya sutradara Rio Silaen itu berlangsung di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu malam pekan lalu.
Syahdan, Tagor sukses di Ibu Kota. Namun, kesuksesan telah membuai pemuda Batak itu. Sampai-sampai, ia lupa untuk kembali pulang, membangun tanah kelahirannya, dan membantu adiknya yang masih belia. Bahkan, saat pernikahannya dengan Linda, gadis Batak kelahiran Jakarta, sang inang tak dihadirkannya. Tagor bereinkarnasi menjadi Malin Kundang.
Sang inang pun meradang. Sambil menulis surat, inang berpetuah, "Jangan kau gunakan nama belakangmu jika kau lupa kampungmu. Ingat, bagaimana pun kau adalah orang Batak. Ingat itu."
Waktu berlalu. Kesehatan sang inang kian buruk hingga akhirnya ajal menjemputnya. Setelah kematian ibunya, barulah Tagor, yang hatinya telah membatu, terketuk. Lewat adegan itu, sang sutradara seolah ingin menyindir para perantau, terutama dari tanah Batak.
Tata artistik panggung boleh dibilang cukup sederhana. Dalam pertunjukan yang berkonsep musikal itu, tak banyak terjadi pergantian set panggung. Rumah adat dengan ukiran dua cicak seakan dibikin permanen. Di kedua sisi rumah itu ditempatkan dua formasi tetap, orkestra mini dan band dengan personel penuh. Para penyanyi latar dipermanis dengan kegiatannya sebagai penumbuk padi.
Sebagai drama musikal, opera Batak ini senantiasa menyisipkan lagu untuk tiap adegan dan dialog. Setidaknya ada tiga nomor lagu dalam setiap adegan. Sayang, tata suara yang dimunculkan terdengar tak maksimal. Beberapa kali, bunyi dengung dan mikrofon mati mewarnai sepanjang pertunjukan.
AGUSLIA HIDAYAH