TEMPO Interaktif, Jember - Festival Pedalangan Nusantara (Fesdanu) 2011 mulai digelar di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Minggu, 17 Juli 2011. Festival tersebut diikuti sedikitnya 51 orang dalang dari berbagai daerah seperti Jember, Banyuwangi, dan Bali.
Yang unik, para dalang membawakan cerita atau lakon dengan menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa seperti biasanya. Durasi waktunya juga singkat, hanya 2-3 jam. "Lakon yang dibawakan bebas, mereka bikin sendiri skenarionya," kata ketua Panitia Festival Pedalangan Nusantara, Ki Sukarno Dwidjoasmoro, Minggu 17 Juli 2011.
Menurutnya, cerita wayang yang disampaikan dalang dalam bahasa Indonesia itu agar agar masyarakat semakin mencintai budaya wayang. “Bagi kami, terobosan ini tidak masalah karena tidak mengubah pakem wayang, hanya bahasa komunikasinya yang diubah menjadi Indonesia. Ceritanya tetap diambilkan dari Kitab Mahabarata dan Ramayana, suluk (salam pembuka dalam pewayangan) tetap menggunakan bahasa Jawa,” kata sesepuh dalang asal Gumukmas Jember itu.
Selain itu, lanjut dia, setelah berdialog dengan banyak pakar budaya, pemakaian bahasa Indonesia dalam pewayangan tidak masalah. Sebab, sebagai budaya yang diakui Unesco, wayang sudah dipelajari dan dipahami tidak hanya bangsa Indonesia, tapi juga dunia. “Di Inggris, wayang diceritakan dengan bahasa Inggris, di Jepang juga dengan bahasa Jepang. Sebab, bahasa adalah sebagai alat komunikasi, sedangkan pakem budayanya tetap tidak keluar dari bahasa Jawa,” ujarnya.
Acara yang digelar di halaman kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Jember ini tampak meriah. Apalagi, peserta fesitival dalang itu terdiri dari beragam usia dan jenis kelamin. “Peserta dari berbagai usia. Dalang yang paling sepuh berumur 61 tahun dan dalang paling muda 10 tahun,” kata Muhammadun Sarwo Edy, salah seorang juri yang juga Ketua Yayasan Karya Bhakti.
Penonton juga tampak antusias karena ada 2 dalang wanita. Keduanya adalah Lilik Lailiyah asal Kecamatan Gumukmas dan Lilik Purwaningsih asal Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.
Karena beberapa keunikan itu, kata Edy, Museum Rekor Indonesia (MURI) sudah memastikan akan datang pada Grand Final Fesdanu 2011 pada Rabu 28 Juli mendatang. Tujuannya, untuk melihat sekaligus mencatatkan Fesdanu sebagai pemecah rekor pertama untuk kategori festival wayang purwo berbahasa Indonesia dan unik. “Sebab, setelah dipelajari, Fesdanu ini sebagai yang pertama, sehingga layak masuk Muri,” katanya.
Penjabat Bupati Jember, Tedy Zarkasi, mengatakan festival itu adalah terobosan menarik yang layak dikembangkan. Menurut dia, acara itu akan menjawab sebagian pertanyaan masyarakat yang tidak semuanya memahami bahasa Jawa. “Dengan diungkapkan dalam bahasa Indonesia, akan semakin banyak diketahui oleh masyarakat secara luas,” katanya.
MAHBUB DJUNADY