Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Monolog di Tepi Ciliwung  

image-gnews
Afrizal Malna. ANTARA/Rosa Panggabean
Afrizal Malna. ANTARA/Rosa Panggabean
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - “Ah, ada segelas kopi. Apa susahnya menggambar segelas kopi. Aku pun tidak bisa melukis batu ini, apa susahnya? Padahal, aku putri seorang pelukis. Apa bedanya dengan penyair? Toh, kita sudah berada dalam bingkai ini.”

Akidah Gauzillah asal Jakarta berceloteh sendiri. Ia berbicara kepada udara dan ruang di kawasan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, yang terbuka. Sambil menggenggam buku gambar dan sebatang pensil kayu, Akidah 'bergerilya' mencari obyek yang hendak digambarnya.

Pertunjukan sederhana Akidah itu merupakan bagian dari rangkaian “Festival Monolog 4” yang digelar Federasi Teater Indonesia sepanjang 11-15 Juli lalu. Festival itu memfokuskan pada penyatuan seorang aktor dengan konsep monolognya yang diapresiasikan di ruang publik.

Akidah, penulis cerita pendek, mencoba mengurai lukisan dengan gaya bersyair. Ia seorang penyair yang ingin menggapai kepiawaian sang ayah yang pelukis. Perempuan ini pun menunjuk Taman Suropati sebagai bingkai lukisannya. Dengan alunan cello yang lirih, ia kembali berusaha menggurat sepeda. “Sepeda kelihatannya mudah. Di sini roda, lalu ini tempat duduknya. Lho, kok jadi abstrak lagi? Tapi, taman ini realis, aku juga realis,” tuturnya.

Sementara itu, di tepian Sungai Ciliwung, Jakarta Timur, Anwari--peserta dari Surabaya, Jawa Timur--tampil cukup menarik. Dalam monolognya siang itu, Anwari datang dengan sebuah konsep tentang kekerasan terhadap anak. Aktivis seni yang tergabung dalam Teater Sendratasik Universitas Negeri Surabaya itu tertarik pada hak anak dari orang tuanya. “Sejak kecil orang tua banyak yang memaksakan profesi pada anak,” ujarnya.

Dalam monolognya, Anwari menampilkan dirinya sebagai pribadi yang setengah gila. Bapaknya bajingan dan sang ibu mati mengenaskan. Dalam lakon itu, Anwari menggenggam sebentuk guci kecil sebagai perumpamaan tempat abu sang ibu bersemayam. Dari segi penjiwaan, gerak tubuh, dan mimik, Anwari memang terlihat lebih total. Menurut Anwari, konsep pertunjukan monolognya itu berangkat dari pengalaman pribadinya. “Saya dibesarkan oleh keluarga yang ketat akan tekanan,” katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain Taman Suropati dan Sungai Ciliwung, para peserta menggelar pertunjukan di berbagai ruang publik di Jakarta. Big Dedy, misalnya, bermonolog di halte Ratu Plaza, Jakarta Selatan, yang mendapat sambutan baik; Olive di Blok M, Jakarta Selatan; Triono Umar memilih di Universitas Bung Karno, Jakarta Pusat; dan M. Ikhsan beraksi di Kwitang, Jakarta Pusat.

Setiap ruang publik yang dijadikan tempat bermonolog merupakan pilihan bebas dari para aktor. Seperti Akidah, yang memilih Taman Suropati, dengan harapan taman itu bisa menjadi bingkai lukisan pada konsep monolognya. Begitu juga Anwari yang menjatuhkan pilihan pada Sungai Ciliwung. Ia berusaha menyuguhkan konsep lakonnya sebagai anak yang ditemukan di bantaran Sungai Ciliwung. Anwari percaya setiap orang akan kembali lagi ke asal mula tempat ia ditemukan.

Tantangan ruang publik menjadi tolok ukur penilaian tersendiri bagi salah satu juri festival, Afrizal Malna. Bersama dua juri lainnya, yakni Budi Ros (aktor dan sutradara) serta Yusef Muldiyana (aktor), pengamat teater ini mencari spontanitas dan kecenderungan terbukanya dialog oleh para peserta.

Afrizal menyatakan bahwa dari festival ini, ia juga bisa mengukur pemahaman para peserta akan pertunjukan monolog. “Masih banyak peserta yang memahami monolog sebagai sebuah drama,” katanya. “Padahal, seorang aktor monolog mestinya hadir dengan lebih memberi ruang kepada dirinya, melebihi sekadar dramanya.”

AGUSLIA HIDAYAH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus di Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung, Sabtu 14 Oktober 2023. (Dok.Bandoengmooi)
Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.


Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Pertunjukan seni longser gelaran Bandungmooi berjudul Pahlawan Kesiangan. Dok.Bandoengmooi
Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.


Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty. TEMPO/Charisma Adristy
Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal


Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.


Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Sejumlah pemain melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon
Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.


Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Pertujukan Shiraath oleh Teater Rumah Mata di Metrolink Street Market, Kota Medan, pada Ahad, 10 April 2022. Dok. Teater Rumah Mata
Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.


Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

105 Tahun Gedung Wayang Orang Sriwedari
Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.


27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

Pertunjukan teater Sie Jin Kwie dari Teater Koma. (ANTARA)
27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.


Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Kelompok Teater Api Indonesia memainkan lakon berjudul Toean Markoen di Festival Teater Tubuh II, Selasa 16 Maret 2021. Dok. Festival
Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.


Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

3 Juli 2020

Pertunjukan teater Sie Jin Kwie dari Teater Koma. (ANTARA)
Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

Pementasan Sie Jin Kwie pada 2010 lalu di Graha Bhakti Budaya, Jakarta, kini bisa disaksikan kembali pada 4 - 5 Juli di kanal YouTube Indonesia Kaya.