TEMPO Interaktif, Jakarta - Di makam Kaisar Tiongkok Qin Shi Huang, pemimpin dinasti periode 221-210 Sebelum Masehi, berdiri berjejer ribuan patung prajurit. Patung kuda-kuda perang ikut menemani mereka. Dari sekitar 8.000 patung itu, tak satu pun yang sama. Masing-masing memiliki bentuk pakaian, mimik wajah, model rambut, dan senjata berbeda. Patung yang tubuhnya paling tinggi diperkirakan berpangkat jenderal.
Inilah yang mengilhami pematung asal Cina, Cai Zhisong, dalam pameran tunggalnya yang digelar di Museum Nasional, Jakarta, pada 17-26 Juni 2011. Dalam pameran ini, Zhisong membagi karya-karya patungnya itu dalam empat seri, yakni "Custom to Motherland", "Ode to Motherland", "Refinement to Motherland", dan "Rose". Tak kurang dari 30 karya patung dan lukisan dipamerkan di sana.
Ketertarikan Zhisong pada karakter kesatria terakota terlihat kental pada seri “Ode to Motherland”. Ia membuat patung dengan ukuran besar yang dibentuk dengan gerakan berbeda secara berseri. Sentuhan kekunoan terlihat pada model rambut yang dibuntal ke kanan dan karakteristik wajah. Namun sisipan kontemporer dengan “menelanjangi” patung menghadirkan maksud terselubung tentang keinginan untuk “bebas”. Agaknya Zhisong berusaha melepas belenggu patung-patung kesatria, yang biasanya berbaju perang dengan pangkat sebagai simbol martabat.
Dalam gerakan patung yang dipilihnya pun tertuang simbol pergerakan manusia modern. Zhisong ingin mengaduknya sebagai petunjuk yang lebih luas tentang semangat para kesatria kuno. Sementara di makam mereka hanya berdiri tegap dan diam atau menunggang kuda, pada karya Zhisong justru ada yang membungkuk, berjalan, dan beberapa di antaranya seolah sedang melakukan gerakan senam. Sekilas karya ini terlihat realistis, tapi tetap bercita rasa abstraksi yang kuat.
Lain lagi dengan patung bertajuk Ode to Motherland No. 3. Zhisong memadukan instalasi dan patung. Sebuah kepala tersembul dari tembok putih di atas pola pelat tembaga berbentuk baju Cina kuno.
Seri “Custom to Motherland” menyajikan pemandangan seni yang keluar dari konteks para prajurit tersebut. Dua patung perempuan Cina dengan kimono tradisional tampak lebih besar dan berbobot. Dengan kepala membungkuk, raut wajahnya digurat diam dan bersahaja. Pada karya ini, Zhisong hendak mengembalikan esensi ekspresi kuno yang sebenarnya menyimpan kesederhanaan, tapi dengan kepercayaan diri kuat.
Seri "Refinement to Motherland" tampil dengan versi lebih sedikit. Karya-karya yang masuk kelompok ini menyuguhkan hal-hal di luar bentuk manusia. Zhisong membuat benda-benda yang menjadi penunjang kehidupan manusia, tapi bukan kebutuhan yang pokok. Pada karya nomor dua, misalnya, Zhisong menyuguhkan patung gulungan kerai dan sebuah kerai yang dijejer.
Seri “Rose” menjadi karya yang paling berbeda di antara kesatria terakota. Inilah karya yang paling anyar Zhisong. Dia mengukir bunga mawar dalam beragam ukuran. Dengan bingkai besar, menggunakan bahan perunggu, dia mengukir kelopak-kelopak mawar membentuk setangkai kuncup mawar dalam pot berkaki bundar. Bagi sang pematung, mawar merupakan perwujudan cinta dan menghancurkan “racun-racun” hati.
AGUSLIA HIDAYAH