TEMPO Interaktif, Surabaya - Taman Budaya Jawa Timur membentuk 6 group kentrung baru. Pembentukan dilakukan untuk kembali membangkitkan kesenian asli Jawa Timur yang saat ini sudah terancam punah itu.
Kepala Taman Budaya Dinas Pariwisata Jawa Timur Sukatno mengatakan, pembentukan 6 group baru ini tak hanya melibatkan para dalang senior kentrung, melainkan juga para pemuda yang diharapkan mampu mewarisi tradisi berkesenian khususnya kesenian kentrung.
"Kami telah gelar workshop. Hasilnya, kesenian ini terancam punah dan nyaris tak pernah lagi ada yang mementaskan," kata Sukatno kepada Tempo, Minggu, 19 Juni 2011. Karena itu, hasil dari workshop yang telah digelar pada pekan lalu itu diputuskan membikin 6 grup yang akan disebar di lima daerah yang masih potensial untuk kembali membangkitkan kesenian tersebut.
Keenam daerah yang akan kembali dihidupkan kentrungnya adalah Trenggalek, Jombang, Sumenep, Surabaya, Sidoarjo, dan Jember. "Saat ini tokoh-tokoh kentrung susah dicari. Alhamdulilah dari 6 daerah ini kami masih menemukan beberapa dalang kentrung yang sanggup membina grup dan mengembangkannya," ujar Sukatno.
Sekadar diketahui, kentrung adalah kesenian yang mulai berkembang di Jawa Timur sejak 1930-an. Saat itu, sebagai media untuk menyindir penjajahan, masyarakat menciptakan kesenian berupa parikan yang pementasanya diiringi oleh beberapa alat musik, seperti timlung (kentheng) serta terbang besar atau biasa disebut rebana.
Kentrung juga sering disebut sebagai seni teater tanpa gerak dan laku. Biasanya, pementasan kentrung berisi parikan muatan lokal yang sarat dengan canda, sehingga kesenian satu ini dulunya sangat diminati warga sebagai salah satu media alternatif untuk mengusir kejenuhan dari penjajahan.
Terpisah, Kepala Seksi pengembangan Taman Budaya Jawa Timur Lilis Sukarti mengatakan, untuk pembinaan 6 grup ini pemerintah telah memberikan anggaran khusus dari APBD tahun 2011 ini. "Jumlahnya tidak banyak, tapi pemerintah tidak menutup mata," ujarnya.
Dari keenam grup kentrung ini diharapkan akan muncul dalang kentrung-dalang kentrung baru, sehingga kesenian yang hampir punah ini bisa tetap dilestarikan.
FATHUKHURROHMAN T.