TEMPO Interaktif, Jakarta -Mourad Merzouki, seniman berdarah Aljazair, dibesarkan di pinggiran kelas pekerja, di selatan Lyon, Prancis. Sejak belia ia mengasah kemampuan olah tubuhnya dalam pertunjukan sirkus. "Selama tujuh tahun saya menjalani itu," katanya. Sebenarnya Merzouki tertantang oleh sang ayah yang menginginkannya menguasai satu teknik bela diri. Ia pun akhirnya memilih karate. "Tapi saya juga tertarik dengan tari, terutama hip-hop," ia menambahkan.
Bagi Merzouki, sirkus dan hip-hop merupakan seni akrobatik yang dicintainya sejak 1990-an. Ia lantas mengkolaborasikan keduanya dengan sebuah pertunjukan perdana di usia belasan tahun, di mana ia mampu ber-juggle dengan api sambil menari. Tapi terobosan itu tak serta-merta mengantarkan kariernya menuju sukses.
Lantas, di bawah bimbingan penari profesional, Guy Darmet, Merzouki dan awak hip-hop-nya mengasah talenta serta belajar teknik hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Pada 1996, ia mendirikan sanggar bernama Kafig. Sejak itu, ia kerap bekerja sama dengan Josette Baiz, mantan penari, dengan Jean-Claude Gallotta, untuk mengembangkan bahasa-bahasa tari kontemporer. Dan pada 2003, ia bekerja sama dengan Kader Attou untuk menciptakan Mekech Mouchkin.
Merzouki menerima penghargaan Prix SACD sebagai koreografer baru berbakat pada 2006. Lalu, sejak 2009 ia memimpin Pusat Nasional Koreografi, Créteil, Prancis.
AGUSLIA HIDAYAH | PELBAGAI SUMBER