Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Catatan Pentas Drama Musikal Sangkala 9/11  

image-gnews
Teater Sangkala di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.(TEMPO/Jacky)
Teater Sangkala di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.(TEMPO/Jacky)
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Toko obat Hong Djian, toko beras Tio Hok Beng, dan warung Betawi serasi berdampingan di sebuah pasar di kota Batavia pada 1740. Canda tawa antara etnis Tionghoa dan warga pribumi terpancar. Namun, semua itu sirna saat pemerintahan VOC, yang dipimpin Gubernur Jenderal Adriaan Valckeneir, memerintahkan pembantaian terhadap etnis Tionghoa di Batavia. Alasannya, etnis Tionghoa menguasai perdagangan Batavia.


Akal licik pun dikeluarkan VOC untuk menghasut para pemimpin golongan pribumi dengan sekantong gulden. Namun, kebijakan pembantaian itu langsung ditentang oleh Madi bin Somad, seorang guru silat keturunan Betawi asli Bidaracina, bersama anaknya, Said, dan tiga murid setianya, Kosim, Komar, dan Kompor. Itu membuat status keluarga Madi dan ketiga muridnya dicap sebagai pembangkang. Pertumpahan darah pun terjadi. Keluarga Nie Lee Kong yang merupakan ketua perguruan Hong Jian menjadi sasaran utama VOC.


Itulah sepenggal adegan drama musikal Sangkala 9/10 yang dimainkan oleh Ikatan Abang None Jakarta (IANTA) di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat-Ahad lalu. Musikal itu mengisahkan peristiwa pembantaian etnis Tionghoa oleh pemerintah kolonial Belanda di suatu senja pada 9 Oktober 1740 di kota Batavia. "Ini merupakan salah satu usaha untuk mengenalkan budaya Betawi dengan cara yang lain,” kata produser musikal Sangkala 9/10, Maudy Koesnaedi.


Berangkat dari hal-hal tradisi, sutradara Adjie Nur Ahmad mencoba mengggali tradisi-tradisi yang ada menjadi sebuah pementasan yang sarat akan kekinian. "Sehingga sejarah juga bisa diterima oleh generasi muda sekarang. Lagu-lagu juga tidak melulu Betawi, tapi dicampur dengan lagu-lagu masa kini,” ujar Adjie, yang aktif di komunitas Peqho Teater.


Unsur komedi, kegembiraan, kesedihan, kebersamaan, pertentangan geng Cina dan Betawi, hingga kisah cinta antara putri Nie Lee Kong, Lily, dan putra Madi, Said, mewarnai panggung pementasan selama dua setengah jam. Penggunaan tiga jenis musik, Betawi, Tionghoa, dan Belanda memberikan warna tersendiri dari pementasan. Visualisasi pembantaian yang disajikan di balik layar putih tipis sehingga penonton hanya melihat sebuah bayangan bak pertunjukan wayang kulit juga membuat pementasan terlihat apik. Penonton tak harus melihat darah berceceran, tapi hanya berupa visualisasi warna merah di layar putih.


Sayangnya, penggunaan bahasa seperti dialek Betawi, Cina, dan Belanda dalam dialog justru mengganggu. Selain pelafalan yang kurang pas, dialog juga terkesan bertele-tele. Meski terdapat 15 lagu, drama musikal Sangkala 9/10 ternyata masih jauh dari kesan musikalnya. Tarian dan nyanyian masih terbilang jarang selama pertunjukan. Penonton justru disuguhi dialog-dialog dan canda-candaan ala Betawi yang justru terkesan maksa.


Penonton juga dibuat menunggu saat perubahan setting panggung selama 20-30 detik setiap pergantian setting yang berlangsung hingga sebelas kali. Belum lagi terjadi insiden pohon yang tersangkut sehingga membuat lebih lama pergantian setting panggung. Entah karena bosan atau sudah terlalu malam, saat pergantian setting panggung keempat, sudah terlihat penonton yang meninggalkan gedung Teater Jakarta.


Akhir cerita juga dibiarkan menggantung, yang menampilkan Lily dan sang nenek mendayung sebuah perahu yang disinari cahaya bulan sehingga klimaks cerita pementasan Sangkala 9/10 tak terasa. Sebuah pesan moral yang bisa dipetik dari pementasan ini, agar masyarakat tak mudah dihasut seperti yang terjadi di Tanah Air belakangan ini. "Berbeda-beda, tapi bukan berarti tidak dibela,” ujar Maudy.


SURYANI IKA SARI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

16 Oktober 2023

Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus di Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung, Sabtu 14 Oktober 2023. (Dok.Bandoengmooi)
Sehari 4 Kali, Teater Bandoengmooi Gelar Pertunjukan Longser Kerajaan Tikus

Pewarisan seni longser melalui pelatihan, residensi atau pemagangan, dan pertunjukan di ruang publik dilakukan setiap tahun.


Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

4 September 2023

Pertunjukan seni longser gelaran Bandungmooi berjudul Pahlawan Kesiangan. Dok.Bandoengmooi
Minat Anak Muda Berkurang, Bandoengmooi Gelar Seni Longser Pahlawan Kesiangan

Longser termasuk seni pertunjukan dalam daftar warisan budaya tak benda dari Jawa Barat.


Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

30 Agustus 2023

Marcella Zalianty. TEMPO/Charisma Adristy
Marcella Zalianty Ungkap Perbedaan Menjadi Produser Teater dan Film

Marcella Zalianty saat ini sedang mempersiapkan pertunjukan teater kolosal


Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

4 Oktober 2022

Festival Teater Jakarta 2022, tak Sekadar Pertunjukan

Puncak apresiasi FTJ diniatkan sebagai etalase yang memperlihatkan capaian pembinaan teater Jakarta pada tahun berjalan.


Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

18 Juni 2022

Sejumlah pemain melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon
Indonesia Kita Kembali Hibur Masyarakat Jakarta sebagai Ibadah Kebudayaan

Direktur Kreatif Indonesia Kita, Agus Noor berharap pertunjukan Indonesia Kita ke-36 ini bisa memulihkan situasi pertunjukan seni di Indonesia.


Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

15 April 2022

Pertujukan Shiraath oleh Teater Rumah Mata di Metrolink Street Market, Kota Medan, pada Ahad, 10 April 2022. Dok. Teater Rumah Mata
Ngabuburit di Medan Sambil Nonton Teater Rumah Mata: Temukan Sahabat Sejatimu

Teater Rumah Mata menggelar pertunjukan Shiraath untuk mengisi ngabuburit di sejumlah tempat di Kota Medan.


Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret 2021

105 Tahun Gedung Wayang Orang Sriwedari
Hari Teater Sedunia, Indonesia Punya Wayang Orang, Longser, Lenong dan Ketoprak

27 Maret menjadi Hari Teater Sedunia. Indonesia pun punya beragam pertunjukan teater rakyat seperti wayang orang, lenong, longser, hingga ketoprak.


27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

27 Maret 2021

Pertunjukan teater Sie Jin Kwie dari Teater Koma. (ANTARA)
27 Maret Hari Teater Sedunia, 60 Tahun Sampaikan Pesan Perdamaian di Dunia

Dulunya Teater merupakan hiburan paling populer di Yunani, pada 27 Maret, 60 tahun lalu Institut Teater Internasional menggagas Hari Teater Sedunia.


Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

18 Maret 2021

Kelompok Teater Api Indonesia memainkan lakon berjudul Toean Markoen di Festival Teater Tubuh II, Selasa 16 Maret 2021. Dok. Festival
Festival Teater Tubuh Dimeriahkan Belasan Penampil Secara Daring

Festival Teater Tubuh berlangsung mulai Selasa sampai Sabtu, 16 - 20 Maret 2021. Festival ini merupakan silaturahmi tubuh kita dalam pandemi Covid-19.


Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

3 Juli 2020

Pertunjukan teater Sie Jin Kwie dari Teater Koma. (ANTARA)
Akhir Pekan Ini Pertunjukan Teater Sie Jin Kwie Tayang di YouTube

Pementasan Sie Jin Kwie pada 2010 lalu di Graha Bhakti Budaya, Jakarta, kini bisa disaksikan kembali pada 4 - 5 Juli di kanal YouTube Indonesia Kaya.