TEMPO Interaktif, Yogyakarta - 26 Oktober 2010 petang. Sesaat setelah statusnya dinyatakan Awas, Gunung Merapi yang berada di wilayah-wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, meletus. Puluhan ribu orang mulai mengungsi, meninggalkan rumah, ternak, dan harta benda mereka lainnya.
Kinahrejo, sebuah dusun di kaki Merapi yang semula hijau oleh pepohonan, berubah gersang. Awan panas meluluhlantakkan semua yang tersisa. Sejauh mata memandang, hanya debu yang terlihat. Pemadangan dusun yang terletak di Cangkringan, Umbulharjo, Sleman, itu terekam begitu nyata dalam jepretan kamera Diego Zapatero, warga negara Spanyol, 10 November 2010, dua pekan setelah erupsi pertama Merapi.
Bersama delapan puluhan lembar foto tentang Merapi karya 37 fotografer lain, karya foto Diego itu dipamerkan di Jogja Galeri di Jalan Pekapalan, Yogyakarta. Mengangkat tema Spirit of Merapi, pameran bersama itu berlangsung selama 25 hari, dari 5-30 Mei 2011. “Di dusun itu pula, Mbah Maridjan (juru kunci Merapi) tinggal,” kata Diego.
Saat itu, Kinahrejo adalah sebuah daerah terlarang. Tak semua orang bisa masuk. Maklum, awan panas masih menjadi ancaman dan sewaktu-waktu bisa termuntahkan dari puncak gunung. Diego bisa memasuki dusun karena “menumpang” kameramen sebuah televisi swasta yang sedang melakukan peliputan. Di dusun itu, debu dan sisa awan panas masih cukup menyengat. “Sepatu saya sampai terbakar,” kata mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta yang sejumlah foto karyanya pernah dimuat di Heraldo De Aragon, sebuah surat kabar di Spanyol pada 16 November 2010 itu.
Keganasan wedhus gembel itu dia ceritakan melalui karya fotonya yang berjudul Car From Vivanews The Journalist From Jakarta Who Died With Mbah Maridjan. Pada foto yang diambil pada 12 November 2010 itu, Diego menampilkan sebuah mobil yang telah berubah menjadi barang rongsokan.
Ganasnya ancaman awan panas, sulitnya medan, serta semangat regu penyelemat mencari para korban Merapi terekam oleh Arif Wibowo. Mantan pewarta foto untuk Tempo itu berhasil mengabadikan upaya serombongan pasukan khusus Angkatan Darat dan tim SAR menembus sulitnya medan. Menumpang mobil khusus, pada karya foto yang diberinya judul Menembus Material Panas, mereka terlihat berusaha melakukan evakuasi di daerah tersulit di kaki Merapi. “Itu upaya penyelamatan yang sangat berani,” kata Arif yang kini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemkab Sleman itu.
Spirit of Merapi, tak hanya diikuti oleh fotografer profesional saja. Seorang narasumber bidang kebencanaan Kementerian Pekerjaan Umum, A. Lesto P. Kusumo, turut memajang sedikitnya empat foto karyanya di ruang pamer itu, yakni Mengabadikan Erupsi Merapi 2010 Dari Udara, Terjangan Erupsi 2010 Di Kaliadem, Mobil dan Merapi, serta Eloknya Merapi di Kaliadem.
Menurut dia, tugasnya sebagai ahli kebencanaan di Kementerian memberinya kesempatan untuk memantau aktivitas Merapi dari udara. “Waktu itu saya motret dari helikopter,” kata dia mengenang foto erupsi dari udara yang menampilkan semburan wedhus gembel di puncak Merapi itu.
Bersentuhan dengan Merapi sejak 2003, Lesto tak hanya merekam keganasan Merapi. Misalnya saja pada karya Eloknya Merapi di Kaliadem, dia menampilkan keindahan alam di kaki Merapi pada 2005. Melalui foto sebelum, sedang, dan sesudah erupsi, Lesto mengatakan, “Kegembiraan dan kesedihan di Merapi akan jadi kenangan terindah.”
ANANG ZAKARIA