Opera kecil berjudul Ibu-Yang Anaknya Diculik Itu adalah monolog yang ditulis Seno Gumira Ajidarma. Monolog yang pernah dipentaskan aktor Niniek L. Kariem itu kali ini dibawakan oleh penyanyi soprano Aning Katamsi.
Istilah pocket opera cukup populer di dunia musik sastra. Mencermati namanya, tentu opera ini lebih simpel karena dimainkan oleh sesedikit mungkin musisi. Hanya ada iringan piano yang dimainkan oleh Ananda serta flute dan bongo sebagai alat perkusi yang dimainkan oleh Elizabeth Ashford.
Aria-aria ini didendangkan oleh Aning sembari melakukan peran kecil sebagai seorang ibu yang sangat frustrasi karena anak lelaki satu-satunya hilang tak berkabar. Selama 30 menit, Aning mengucap tiap keluh kesah seorang ibu itu dalam nada-nada sopran.
Aning sangat menjiwai perannya. Bercerita tentang Surya, seorang aktivis politik, yang hilang saat huru-hara politik tumbangnya rezim Orde Baru. Sesekali sang ibu seolah berbicara dengan suaminya yang sudah meninggal, lalu beralih membicarakan pacar Surya yang sangat mencintai anak lelakinya.
Dengan properti meja dan kursi yang disusun seperti laiknya ruang tamu, Aning sesekali duduk, lalu berdiri dengan cepat seperti sedang gusar. Sayangnya, kostum yang dikenakan Aning pada pertunjukan itu menggunakan busana konser, sehingga tak menggambarkan secara utuh peran ibu, yang saat itu berada di dalam rumah seperti biasanya, yang selalu menunggu dan menanti kabar anak lelaki satu-satunya tersebut.
Sangat berbeda pastinya dengan monolog yang ditampilkan Niniek L. Kariem di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, tahun lalu. Ia, dengan kostum rumahan, memainkan peran ibu itu.
Bening suara Aning yang ditampilkan secara prima membuat kagum penonton malam itu. Lagi-lagi Ananda sukses menggabungkan musik sastra Barat dengan Indonesia.
ISMI WAHID