Pada pameran ini perupa kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat, 40 tahun lalu ini menampilkan idium tentara sebagai elemen nasionalisme. Stefan fokus pada tema gerilya. Ini pilihan yang aman, tapi kurang merangsang diskusi. Pada karya Berkamuflase, Stefan mengandalkan elemen garis membentuk sosok tentara sedang memegang dengan satu tangan sepucuk senapan tempur. Atau karya Jejak Gerilya juga mengandalkan elemen garis berupa citraan jejak sepatu tentara dan pisau komando.
Dua karya ini sebagaimana sebagian besar karyanya digarap dengan teknik monokrom. Seolah dunia tentara adalah dunia yang hitam-putih, kawan atau musuh. Stefan membangun tema dengan bentuk figur deformatif, kadang berupa abstraksi figur, atau potret wajah dengan simbol senjata tempur dan topi baja. Simbol-simbol itu sering terlalu klise, seperti senjata tempur (Militan) atau bendera Merah Putih (Bermental Gerilya 1, Pahlawan Tempo Kini).
Pada karya lain dia mengolah kumpulan coretan garis kadang mirip abstraksi figur manusia dengan latar belakang merah dan putih (Puputan), atau bahkan garis-garis abstrak mirip lekukan pada kain (Ranah Hukumku yang Kini Gamang, The Warrior).
Idium tentara pada karya Stefan menjadi sangat sederhana, sehingga narasi menjadi kering. Dia berupaya memberi warna pada tema dengan melebarkan tema tentara (perang) ke wilayah lain yang lebih kontekstual, yakni arena sepak bola (New War Area, Menggolkan Indonesia). Karya ini mengingatkan orang pada "pertempuran" yang terjadi dalam pengelolaan sepak bola di tanah air. Tapi karya New War Area menjadi sekadar foto copy bentuk lapangan hijau sepak bola.
RAIHUL FADJRI