Di antara puluhan kursi penonton pada pementasan tari di Ndalem Pujokusuman, terlihat lima kursi dibiarkan kosong. Di masing-masing permukaan sandaran kursi yang berhiaskan kalungan bunga itu tertempel tulisan RM. Bagong Kussudiharjo, KRT. Sutambo Jogobroto, KRT. Pangarsobroto, KRT. Sasmita Dipura dan KRT. Sunartomo Condroradono.
Agaknya, Sudarmo Sumekto sengaja menyediakan kursi-kursi itu untuk mereka. Selain KRT. Pangarsobroto, ayah Sudarmo, empat nama lain adalah para guru tarinya. Baik ayah maupun empat orang gurunya itu, kata Sudarmo, mereka adalah orang-orang yang dianggapnya berjasa melestarikan budaya kesenian tradisional Jawa. Kelimanya sudah meninggal. “Semoga mereka bisa menyaksikan,” kata dia ditemui usai pementasan.
Sudarmo Sumekto, alias Icuk Ismunandar adalah seorang seniman tari Yogyakarta. Lulus dari Insitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, banyak tarian yang telah ia ciptakan. Diantaranya Sendratari Anggayuh Impen dan Sendratari Loro Bronto Seno. Selain belajar tari dari perguruan tinggi, dia sekaligus belajar pada ayah dan para gurunya itu.
Tiga karya tari yang malam itu dipentaskan, terilhami oleh tari klasik gaya Yogyakarta. Instrument musik yang mengiringinya adalah gamelan Jawa dengan iringan sejumlah gending, Babarlayar, Jagung-jagung, Bimokurda dan Tunggal Jiwa. Malam itu, semua tari yang dipentaskan secara khusus dipersembahkan untuk ayahnya yang telah berpulang.
ANANG ZAKARIA