TEMPO Interaktif, Jakarta - Opera Tan Malaka akan dipentaskan ulang di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 23-24 April 2011 mendatang, sebagai rangkaian dari peringatan hari jadi Tempo ke-40.
Berbeda dengan dengan pementasan perdananya di Teater Salihara Oktober tahun lalu, pementasan Opera Tan Malaka kali akan mengalami banyak penyempurnaan, baik pada komposisi musik maupun aspek pemanggungan, termasuk kostum dam koreografi.
“Ada sedikit perubahan konsep dibanding pementasan tahun lalu. Kali ini pendekatannya lebih puitik dan imagestik,” jelas Goenawan Mohamad, sutradara Opera Tan Malaka, dalam konferensi pers di Komunitas Salihara, Sabtu (16/4) malam. Dari segi musik, Tony Prabowo pada pementasan opera Tan Malaka tahun ini juga menambahkan satu repertoar acapela atau paduan suara tanpa iringan musik.
Terkait dengan perubahan konsep itulah, peran Adi Kurdi kali ini digantikan oleh Landung Simatupang. Selain Landung, hampir semua pendukung pementasan kali ini sama dengan tahun sebelumnya.
Pementasan opera Tan Malaka kembali menampilkan duo Soprano Binu Sukarman dan Nyak Ina “Ubiet” Raseuki, aktor Whani Darmawan, koreografer Fitri Setyaningsih dan sejumlah penari.
Seperti tahun lalu, pementasan kali ini juga melibatkan Paduan Suara Mahasiswa Universitas Indonesia Paragita dan Orkes Kamar Kontemporer Salihara, di bawah konduktor Josefino “Chino” Toledo.
Opera Tan Malaka merupakan kolaborasi kesekian kalinya antara komponis Tony Prabowo dan libretis Goenawan Mohamad. Sebagai sebuah perkawinan antara musik dan sastra, opera Tan Malaka menunjukkan kekhususannya sebagai sebuah “opera-esai”.
Yang dipentaskan bukanlah sebuah cerita, melainkan sebuah wacana tentang salah satu tokoh terpenting revolusi Indonesia, Tan Malaka.Tidak ada aktor yang memerankan satu tokoh. Tidak ada dialog antar peran. Hanya ada dua penyanyi aria dan dua pembaca teks yang terkadang bersilangan, terkadang paralel. “Lebih banyak renungan ketimbang cerita,” jelas Goenawan.
Penggarapan musik opera Tan Malaka masih konvensional, terutama karena masih mempermainkan melodi dan harmoni. Ia terbagi dalam lima bentuk besar: bagian yang mempunyai motif ritmis berbentuk kanon dan counterpoint yang bebas, harmoni, aria dengan gaya klangfarben dengan irama yang lebih kompleks, kwintet yang dibuatlebih kompleks, yang masing-masing memiliki bagian tersendiri dengan gaya polyrythm dan countrpoint yang lebih bebas.
Nunuy Nurhayati