Namun preposisi itu terbantahkan oleh karya-karya tujuh fotografer dari kelompok “Lingkar Community” yang menggelar pameran di Tony Raka Gallery, Ubud, 17 April hingga 8 Mei. “Mereka menjelajahi beragam gagasan, teknik maupun material, guna memperkaya khazanah estetika fotografi sebagai medium ekspresi seni rupa kontemporer,” kata Arif Bagus Prasetyo, kurator pada pameran itu, Sabtu (16/4).
Pada karya Komang “Totok” Parwata misalnya. Komang menciptakan fiksi fotografis dari tubuh perempuan telanjang berlumur lumpur. Format foto hitam-putih, penekanan pada tekstur kulit berselubung lumpur, permainan kontras gelap-terang dan sudut pengambilan gambar yang cenderung menyoroti detail bagian-bagian tubuh, bersama-sama membangun tegangan dramatis dan sekaligus menyamarkan tubuh model.
Tubuh model dengan kulitnya yang retak-retak tampak seperti onggokan benda mati, patung yang usang dimakan cuaca, batang kayu lapuk, atau tubuh binatang bersisik yang hidup di habitat berlumpur. “Kita serasa mengenali fragmen-fragmen tubuh perempuan telanjang,” ujarnya. “Namun perasaan kenal ini gampang menguap, karena sebetulnya kita hanya melihat “kulit”, penggalan data visual yang tidak sesuai dengan ingatan atau imajinasi kita tentang tubuh perempuan telanjang”.
Adapun Indra Widi menitikberatkan proses konotasi pada penggunaan teknik Distorsi Digital untuk melengkungkan citra fotografis sejauh satu putaran penuh. Kepekaan artistik dan perhitungan logika formal sangat dibutuhkan agar pelengkungan citra fotografis menghasilkan harmoni komposisional baru: desain cakram-cakram unik yang memancarkan pesona ornamental-dekoratif dari efek-efek distorsi, sekaligus menghadirkan enigma visual yang membuka ruang-ruang imajiner yang tak terbayangkan sebelumnya.
Dalam karya-karyanya, Indra seolah memotret realitas dengan matanya, lalu memejamkan mata dan memotret-ulang dengan pikirannya. Ia menata obyek-obyek dengan kamera, kemudian membetot mereka secara terukur untuk merepresi kealamian mereka, mengentas mereka dari ruang pengalaman di dunia nyata, dan mengisolasi mereka di ruang maya. Obyek-obyek fotografis membentuk sistem tata-surya visual mandiri yang digerakkan oleh irama internal mereka sendiri.
Karya-karya fotografer lainnya mengolah realitas menjadi dunia yang lebih kaya. Tafsir dan konotasi menjadi ruang yang menantang untuk dipahami oleh para penikmat karya mereka. Fotografi pada akhirnya, kata Arif , melampaui realitas dan menciptakan realitas baru dalam pikiran manusia.
ROFIQI HASAN