TEMPO Interaktif, Kediri -Arkeolog Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan meminta pembongkaran rumah Kolonel Soerachmad dihentikan. Namun, pemilik rumah menolak permintaan itu dan menuding BP3 tak punyak hak melarang.
Tim arkeolog BP3 yang dipimpin Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan sesuai rekomendasi yang dikeluarkan kepada Wali Kota Kediri dan ahli waris Soerachmad, seluruh aktivitas fisik di sekitar obyek cagar budaya harus dihentikan. “Sampai kami melakukan kajian arkeologi dan lingkungan,” kata Wicaksono saat meninjau rumah Kolonel Soerachmad di Jalan KDP Slamet No 41, Kelurahan Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kediri, Jumat (15/4).
Permintaan itu disampaikan Wicaksono kepada Soemitro Soerachmad, anak keempat Kolonel Soerachmad yang dipercaya ahli waris mengurusi penjualan rumah itu. Tim BP3 mengaku kaget melihat pembongkaran rumah terus dilakukan oleh pembeli rumah Alwi Mubarok. Bahkan saat tim BP3 tiba di lokasi pagi tadi, dua bangunan di kanan kiri rumah induk sudah tak beratap. Para pekerja menurunkan genteng dan kayu atap sebelum membongkar tembok bangunan.
Wicaksono mengatakan saat ini tim arkeolog BP3 dan Dinas Pariwisata Kota Kediri tengah melakukan kajian arkeolog atas rumah itu. Selain berdampingan dengan Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya, kawasan di sekitar itu juga diduga merupakan kawasan cagar budaya.
Hal ini terlihat dari keberadaan beberapa tanda-tanda di sekitar gereja Immanuel atau gereja merah. Diantaranya keberadaan jembatan Sungai Brantas, kantor pembantu gubernur, serta rumah dinas Kapolres Kediri yang menjadi tempat penyusunan strategi perang Jenderal Sudirman. “Sebagai perwira militer, Kolonel Soerachmad juga pasti akan memilih tempat yang strategis untuk tempat tinggal,” kata Wicaksono.Karena itu, diperkirakan rumah tersebut juga memiliki nilai sejarah tinggi dan masuk dalam obyek cagar budaya. Dia meminta seluruh kegiatan pembangunan dan perobohan rumah dihentikan sebelum kajian arkeologi tuntas.
Sayang, peringatan BP3 tersebut tak digubris pembeli rumah Alwi Mubarok. Pemilik CV Jami’atul Wali Rosyidin yang beralamat di Ruko Mojoroto Indah Kediri ini justru menuding BP3 tak punya hak untuk menghentikan pembongkaran. Dia mengaku telah memegang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Kota Kediri atas pembangunan lapangan futsal di tempat itu. “Punya hak apa melarang kami,” kata Alwi dengan nada tinggi kepada tim arkeolog BP3.
Dia menegaskan akan terus melakukan pembongkaran rumah yang telah dibeli dengan harga Rp 5 milyar itu. Menurutnya tak ada lagi persoalan yang perlu diributkan atas pembongkaran rumah itu.
Soemitro Soerachmad mengaku telah menyerahkan sepenuhnya penguasaan rumah itu kepada Alwi Mubarok. Menurut dia, pemerintah Kota Kediri tak serius menjadikan rumah itu sebagai cagar budaya. Karena itu tak ada salahnya keluarga akhirnya menjualnya kepada pihak lain. “Pemerintah tak memberikan jawaban positif saat rumah itu kami tawarkan. Daripada hancur saya jual saja,” katanya.
HARI TRI WASONO