Siswa kelas 4 Sekolah Dasar Mangkubumen Lor itu kemudian membaca geguritan "Lola", yang berisi tentang kehidupan seorang anak yatim piatu. Annisa tampil dengan pakaian lurik warna hijau dan kain jarik cokelat. "Agar pas dengan geguritan bahasa Jawa," katanya kepada Tempo, Rabu (13/4).
Begitu juga Lenurya Restu Anugrah, 11 tahun. Murid SD Begalon II ini mengenakan pakaian khas petani zaman dulu: baju dan celana panjang hitam serta ikat kepala. "Saya membaca naskah Kartini dan Nyawiji," ujar Restu, yang berlatih selama sepekan untuk penampilannya ini.
Annisa dan Restu adalah peserta lomba geguritan dalam Pekan Seni Pelajar Surakarta. Selain geguritan, lomba lainnya adalah karawitan, macapat, seni lukis, menulis huruf Jawa, paduan suara, dan menari. Lokasi lomba di Plaza Sriwedari, Balai Sudjatmoko, dan depan Museum Radya Pustaka.
Lomba untuk siswa SD diselenggarakan 12-13 April, yang disusul SMP pada 19-20 April, dan SMA tanggal 26 dan 29 April. "Tanggal 29 April bertepatan dengan peringatan Hari Tari Sedunia di Solo. Kami ingin berpartisipasi," kata Kepala Bidang Pemuda Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Surakarta, Kelik Isnawan.
Pekan seni pelajar yang sudah memasuki tahun ketiga ini diikuti oleh seluruh pelajar di Surakarta. Tujuannya agar siswa dapat mengapresiasi seni dan budaya yang ada di masyarakat. "Ini juga bentuk penerapan pendidikan seni dan budaya yang diajarkan di sekolah," kata Kelik.
Berbeda dengan penyelenggaraan sebelumnya yang dilaksanakan di ruang tertutup, kali ini kegiatan diadakan di tempat terbuka agar masyarakat dapat turut menyaksikan. Kelik mengatakan, generasi muda memang semestinya dikenalkan dengan kekayaan seni dan budaya.
UKKY PRIMARTANTYO