TEMPO Interaktif, Jakarta -
Anak jalanan kumbang Metropolitan
Selalu dalam kesepian
Anak jalanan korban kemunafikan
Selalu kesepian di keramaian…
Lagu Anak Jalanan ciptaan Guruh Sukarno Putra itu sempat populer pada akhir 1970-an. Lewat vokal penyanyi Chrisye, lagu ini menjadi soundtrack film Ali Topan Anak Jalanan. Sebuah film tentang Ali Topan, pemuda korban broken home, berandalan, hobi kebut-kebutan dengan sepeda motor trail, tapi keren dan punya otak cemerlang. Lagu ini pulalah yang membuka drama musikal Ali Topan The Musical, yang dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, mulai 11 hingga 17 April mendatang.Ali Topan (diperankan Dendy Mulya—vokalis band rock Mike's Apartment) adalah seorang anak muda yang memilih hidup di jalanan. Dia banyak berkawan dengan orang kelas bawah, mulai pengamen, gelandangan, pedagang kaki lima, hingga pelacur jalanan. Dengan merekalah Ali Topan menemukan kehangatan. Sesuatu yang tak pernah didapatnya di rumah. Ayahnya yang pengusaha besar terlalu sibuk mengurusi bisnis dan main perempuan. Sang ibu tak kalah sibuk. Perempuan berdandan glamor itu lebih suka menghabiskan waktu bersama para ibu sosialita di klub-klub malam sambil bersenang-senang dengan lelaki muda. Kalaupun mereka ada di rumah, suasana rumah selalu panas oleh pertengkaran. "Anak sendiri gak kalian urus, malah anak orang kalian elus-elus," ujar Ali Topan mengeluh. Satu-satunya tempat Ali Topan mengadu dan memperoleh kasih sayang adalah Mbok Yem, pembantu setia keluarganya, yang justru lebih memperhatikan Ali Topan layaknya seorang ibu kepada anaknya.
Di tengah kegelisahannya itu, Ali Topan berjumpa dengan Anna Karenina (Namara Surtikanti alias Kikan, mantan vokalis band Cokelat), gadis manis yang memiliki keresahan serupa. Terlahir dari keluarga ningrat, Anna merasa hidupnya selalu terkekang. Keduanya jatuh cinta. Sayang, orang tua Anna tak setuju atas hubungan itu. Ali Topan dianggap sebagai pemuda begajulan, tak punya masa depan, sehingga tak pantas bersanding dengan putri mereka. Mereka malah menjodohkan Anna dengan seorang lelaki bernama Boy, yang dianggap lebih menjanjikan. Anna memberontak. Dia memilih kabur dari rumah. Kepergian Anna membuat gusar kedua orang tuanya. Mereka menuduh Ali Topan menculik anak mereka. Dibantu Boy, siasat licik pun disusun. Anna dan Ali Topan akhirnya terpisah untuk selamanya.
Tokoh Ali Topan, yang diciptakan oleh Teguh Esha, muncul pertama kali dalam cerita bersambung di majalah Stop pada 1972. Kisah Ali Topan kemudian dihidupkan melalui akting Junaedi Salat dan Yati Octavia dalam film Ali Topan Anak Jalanan pada 1977. Pada zamannya, Ali Topan adalah idola anak muda. Dia dianggap mewakili remaja 1970-an yang berani memberontak tatanan nilai yang berlaku di masyarakat saat itu, yang menganggap orang berkedudukan dan punya kekuasaan selalu lebih baik daripada kalangan bawah. Generasi tua, menurut mereka, terlalu banyak mengekang serta mencekoki anak muda dengan kebaikan dan keburukan tanpa bisa memberi contoh yang semestinya.
ArtSwara Production kini mencoba mengangkat kembali kisah Ali Topan dalam bentuk drama musikal. Ari Tulang sebagai sutradara sekaligus koreografer meramu kisah Ali Topan versi drama musikal tak jauh berbeda dengan film dan novelnya. Tentu saja dalam balutan musik serta tarian. "Makanya kami memilih pemain yang memang harus bisa bernyanyi, akting, dan memiliki kelenturan tubuh," tutur Ari, yang sebelumnya menggarap drama musikal Gita Cinta The Musical. Pertunjukan ini diperkuat oleh sejumlah alumnus Akademi Fantasi Indosiar berikut jurinya, Trie Utami, yang memberi warna dan kekuatan tersendiri dalam perannya sebagai Mbok Yem. Aktor-aktris kuat lainnya yang bergabung antara lain Ricky Johanes, Lisa Depe, dan Sita Nursanti.
Selain oleh Anak Jalanan dan Kala Sang Surya Tenggelam, yang merupakan soundtrack film Ali Topan Anak Jalanan, drama musikal ini dihiasi lagu-lagu baru. Dian HP sebagai penata musik memilih musik rock sebagai unsur utama. "Keluarga Ali Topan itu kan keluarga yang rock 'n roll banget," katanya. Dian, yang menyiapkan konsep musik setelah menerima naskahnya, memasukkan genre musik lain sesuai dengan kebutuhan pementasan. Ketika pesta ulang tahun Anna Karenina yang bercorak Eropa, misalnya, Dian memasukkan sentuhan musik klasik. Lain lagi saat adegan di warung kopi Bibi Seksi, Dian membalutnya dengan musik dolanan Jawa.
Ali Topan The Musical, yang melibatkan 30 pemain dan 40 penari, disajikan dalam set panggung bergaya realis dengan menghadirkan sejumlah landmark Jakarta pada 1970-an. Sebut saja gedung Aldiron Plaza dan restoran siap saji American Hamburger di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, yang jadi tempat nongkrong Ali serta teman-temannya. Sepeda motor trail yang jadi tunggangan Ali Topan juga dicari yang semirip mungkin. Demikian juga barang-barang dan aksesori pendukung lainnya, meski tak semuanya bisa terpenuhi. "Ada beberapa barang yang susah nyarinya," ujar Ari, yang akhirnya mengusung konsep retro dalam pementasan panggungnya.
Panggung Ali Topan adalah panggung yang megah. Tak kurang dari 12 scene digunakan. Tiap scene terdiri atas beberapa set. Untuk mempermudah pergantian set, bagian tengah panggung menggunakan alat pemutar panggung. Kehadiran video mapping juga membuat panggung lebih hidup. Teknologi video mapping ini membuat sepeda motor yang ditunggangi Ali seolah-olah melaju kencang. Meski demikian, ruang gerak para pemain tak sebatas di panggung. Mereka terkadang muncul di tengah-tengah barisan kursi penonton, membaur dan berinteraksi bersama seluruh penonton.
Nunuy Nurhayati