Sekretaris Pusat Studi Sunda Hawe Setiawan mengatakan, akhir tahun ini atau awal tahun depan, yayasan akan menempati sekretariat baru di Jalan Garut nomor 2, Kota Bandung. Bangunan tua di sana akan dibangun kembali. Rencananya yayasan akan mendirikan gedung tiga lantai.
Lantai itu dibagi untuk toko buku, pusat kajian budaya Sunda, dan Perpustakaan Ali Sadikin. Buku koleksi kini masih disimpan di dalam kardus. “Sebagian besar buku sumbangan almarhum Edi S Ekadjati, Ayat Rohaedi, dan Ajip Rosidi,” ujar Hawe Setiawan.
Sebelumnya, aktivitas kajian dan diskusi pusat studi selama 4 tahun berlangsung di sebuah rumah di Jalan Kliningan II, Bandung, yang disewa Rp 26 juta per tahun. Sejak tahun lalu, sewa dihentikan karena yayasan mendapat tempat baru. Ajip Rosidi membeli lahan dan bangunan di Jalan Garut itu seharga Rp 2,75 miliar. Uang itu hasil lelang koleksi lukisannya di Singapura tahun lalu.
Dibanding kondisi Pusat Dokumentasi HB Jassin, ujar Hawe, Pusat Studi Sunda berbeda karena tidak menggantungkan dana dari pemerintah. Pendirian pusat studi pada 2002 adalah salah satu amanat hasil Konferensi Internasional Budaya Sunda pertama di Bandung yang digelar Yayasan Kebudayaan Rancage serta Toyota Foundation pada 2001. “Selama ini kami belum pernah dapat dana dari pemerintah,” katanya.
Namun tahun ini, Pusat Studi Sunda mengajukan proposal dana ke pemerintah provinsi Jawa Barat sebesar 700 juta. Duit sebesar itu akan digunakan untuk penyelamatan naskah kuno abad ke-16. Naskah yang berada di tangan masyarakat adat Bayongbong, Kabupaten Garut, tersebut ingin dibaca dan didokumentasikan. “Kondisinya sudah rusak karena ditulis du daun lontar dan nipah,” ujarnya.
ANWAR SISWADI