Bagi Fay, lari tidak sekadar olahraga, tapi juga olah mental. Sebelum rutin berlari, awalnya Fay sangat membenci olahraga ini. Ia sempat trauma berlari. Pasalnya, ketika Fay duduk di bangku sekolah dasar, guru olahraganya cenderung menyamakan kekuatan tubuh semua anak didiknya. "Saya dan teman sekelas selalu diminta berlari mengelilingi lapangan sepak bola berkali-kali," ujar dia. Jadilah Fay kecil kelelahan dan merasa sakit setiap kali pelajaran olahraga usai.
Sejak saat itu, ia benci berlari. Namun belakangan Fay mengubah paradigmanya. "Saya berpikir, kalau saya mampu melakukan hal yang paling tidak saya sukai, saya pasti mampu meraih apa pun yang saya inginkan," kata dia, yang kemudian memulai rutinitas olahraga ini. Fay, yang awalnya hanya mampu berlari selama 3 menit, kini kekuatannya bertambah menjadi 5 menit, lalu 10 menit. Dan kini ia bisa berlari 10 kilometer tanpa berhenti.
Bila tak ada halangan, dalam waktu dekat, pemain biola ini akan terbang ke Singapura mengikuti kompetisi lari lintas malam. "Ini jadi tantangan tersendiri buat saya. Kompetisi ini tidak diselenggarakan pada siang hari, tapi malam hari," ujarnya.
Untuk menambah semangatnya dalam berolahraga, Fay tidak ragu melengkapi dirinya dengan sepasang sepatu yang memiliki memori pencatat kilometer dan langkah. "Jadi saya tahu sudah berapa langkah dan berapa kilometer saya berlari," kata dia. Sepatu itu dilengkapi gelang lengan yang akan meneriakkan ucapan selamat setiap kali dia mencapai rekor baru. "Jadi lebih semangat," katanya.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI