“Itu hanya somasi di surat kabar, tidak ada kekuatan hukumnya,”ujar Weka, saat di konfirmasi Tempo, Minggu (27/3).
Menurutnya, tuntutan somasi yang dilayangkan Mujahidin terhadap dia dan Udin tidak tepat. Di samping tidak memiliki bukti, di antara kedua belah pihak tidak pernah terjadi kesepakatan yang mengikat.
”Tidak ada kesepakatan hitam di atas putihnya antara kami berdua,” ujarnya. “Itu mungkin hanya ingin terkenal saja,” ia menambahkan.
Weka menyatakan kerja sama yang dibangun di antara keduanya hanya didasarkan kesepakatan lisan semata. Pihak Produser Yusfita Studio bersedia membuat album video Udin Sedunie dengan bayaran Rp 1 juta. Sedangkan dia bersama Sualudin menyediakan rekamannya. Belakangan diketahui uang tersebut dibayar secara cicil.
”Mungkin sekitar lima kali cicilan,” ujar dia. “Tidak ada aturan khusus yang menyertakan kewajiban dirinya untuk menyebutkan nama produsernya.”
Weka dan Sualudin yang kini tengah berada di Yogyakarta dalam rangkaian tour Karnaval salah satu stasiun televisi swasta nasional berharap masalah tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan di antara kedua belah pihak.
Namun bila Yusfita Studio tetap menempuh jalur hukum, ia siap untuk menghadapinya. “Ya kami siap saja untuk itu,” ujarnya.
Kasus ini bermula ujar dia, saat menggelar jumpa pers. Saat itu ia menyatakan bahwa yang pertama memproduksi rekaman itu adalah dia (Weka) tanpa menyebut nama Yusfita Studio yang merupakan rekan kerja sama dalam pembuatan album itu.
Pihak produser tidak terima dengan tidak menyertakan nama Produser Yusfita Studio. Mujahidin sang produsen berkukuh bahwa terkenalnya Sualudin melalui tembang Udin Sadunie merupakan buah karyanya. Namun pihak Sualudin menyatakan sebaliknya. Mereka menyatakan hasil karya Sualudin murni hasil kerja kerasnya atas dukungan manajernya saat ini.
JAYADI SUPRIADIN