Tema karya-karyanya berkisar pada kekerasan, terorisme, rasisme, gerakan sosial, identitas, dan teori perubahan sosial. Wieviorka – mantan murid Alain Touraine, sosiolog terkemuka yang mencetuskan istilah “masyarakat pasca-industri” dan menggagas metode “intervensi sosiologis” (intervention sociologiques) – menjadi pusat perhatian media internasional atas pandangan-pandangannya mengenai kerusuhan sipil di Prancis pada 2005.
Berkat buku yang ia tulis, Sociétés et terrorisme (1988) – diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Making of Terrorism (1993) – Wieviorka merupakan akademisi pertama yang mendapat penghargaan Bulzoni Editore Special Award (1989) dari European Amalfi Prize for Sociology and Social Sciences. Ia juga terpilih sebagai Presiden Asosiasi Sosiologi Internasional 2006-2010 di Durban.
Mengangkat tema Laïcité et Diversité, kuliah umum di Komunitas Salihara ini merupakan awal dari rangkaian kegiatannya di Indonesia. Laïcité adalah sebuah konsep masyarakat sekuler yang menunjukkan ketiadaan keterlibatan agama dalam urusan pemerintah dan juga sebaliknya. Karena ingin menarik garis pemisah yang tegas antara agama dan negara, praktik konsep Laïcité sering dituding tidak menerima dan menghargai keanekaragaman budaya, di mana agama termasuk di dalamnya. Itulah hal yang kini dituduhkan kepada masyarakat dan pemerintah Prancis. Apa sebab-sebab lahirnya konsep laïcité? Bagaimana posisi keragaman budaya dan agama dalam kehidupan publik menurut mazhab laïcité ini?
Semuanya akan dibedah dalam kuliah umum yang akan digelar di Teater Salihara, Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sekitar pukul tujuh malam ini. Kuliah akan disampaikan dalam bahasa Inggris dengan teks terjemahan.
Kalim/Sumber: Salihara.org