Achiel mengatakan, sesuai tudingan JAS, barang bekas pameran itu dijual oleh petugas keamanan museum. Semestinya, pihak terlapor adalah petugas keamanan itu secara perseorangan, bukan museum sebagai lembaga dan direkturnya. "Perkara pidana tidak bisa diwakilkan," kata dia, "Jadi, laporan itu salah alamat."
Seperti diberitakan sebelumnya, JAS melaporkan JNM dan direktur eksekutifnya, KPH Wironegoro, ke Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dengan tuduhan penggelapan dan perusakan artefak sisa bencana Merapi. Bersama ratusan karya seni rupa lain, barang itu dipamerkan di JNM pada Desember 2010 lalu. Dalam laporannya, JAS, yang diketuai Totok Sudarto, menyatakan bahwa barang-barang sisa bencana yang dianggap memiliki nilai seni tinggi itu telah dijual sebagai barang rongsokan oleh salah seorang petugas keamanan.
"Itu bukan artefak, tapi sisa bencana Merapi saja," kata Achiel menanggapi penyebutan "artefak" oleh JAS. Dia merujuk definisi artefak sebagai barang yang telah terpendam selama ratusan atau ribuan tahun dan ditemukan kembali dalam penggalian oleh arkeolog.
Menurut dia, sebagai penyelenggara pameran, pihak JAS tak profesional dalam mengurusi barang yang dipamerkan. Berkali-kali kliennya telah berusaha menghubungi agar barang yang selesai dipamerkan itu diambil karena gedung JNM akan digunakan untuk pameran seni rupa lain. "Mereka memang pernah menitipkan secara lisan," kata dia.
Namun, hal ini bukan berarti JAS bisa melepas tanggung jawab atas keamanan barang. "Sesuai MoU pameran, itu tanggung jawab bersama," kata Achiel. Menurut MoU pula, jika muncul persoalan di antara kedua belah pihak, agar diselesaikan secara kekeluargaan.
Menanggapai laporan JAS ke polisi, JNM bertindak pasif. "Kami menunggu saja," kata Achiel, yang menyampaikan pula bahwa kliennya belum sekali pun menerima panggilan dari kepolisian terkait laporan ini.
Sementara itu, Ketua JAS, Totok Sudarto, mengaku memiliki bukti kuat bahwa penjualan benda itu dilakukan atas sepengetahuan KPH Wironegoro. Bukti itu berisi pengakuan petugas keamanan, pelaku penjualan. "Bentuknya video," kata dia.
Dalam video itu, kata Totok, si petugas mengakui bahwa penjualan dilakukan atas sepengetahuan bosnya. "Apakah itu Pak Wiro, dia mengiyakan," kata Totok.
Menurut Totok, upaya hukum yang dia lakukan adalah bentuk kebuntuan penyelesaian dengan cara kekeluargaan. Sebelumnya, antara JAS dan JNM telah melakukan pertemuan sebanyak tiga kali untuk mencari solusi atas persoalan itu. "Tapi tidak ada hasilnya," kata dia.
ANANG ZAKARIA