TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketiadaan film impor secara tidak langsung bisa menimbulkan sejumlah efek negatif bagi film lokal. Efek tersebut adalah, akan ada pemenuhan kuota yang dipaksakan, bioskop tutup, dan film lokal pun tidak memiliki tempat untuk ditayangkan.
Produser film Lala Timothy dalam diskusi 'Film Nasional Pasca Pemboikotan Film Hollywood' mengatakan, dalam industri film ada beberapa komponen. Antara lain pembuat film, distributor, juga exibutor. "Jika salah satunya tergoyang, maka akan goyang semua," kata Lala, dalam forum diskusi yang diadakan oleh Delta FM, Obsat, dan Tempointeraktif di Radio Delta FM, kawasan Kebayoran Jakarta Selatan, Rabu malam, 23 Februari 2011.
Sebaliknya, ia khawatir jika film lokal dipaksakan untuk diproduksi, kualitasnya menjadi tidak baik. Akibatnya, penonton pun kehilangan kepercayaan terhadap film lokal.
Produser film Mira Lesmana, pembicara lainnya menambahkan, untuk membuat film dibutuhkan waktu dan dana yang cukup. Antara lain butuh waktu untuk melakukan riset dan mempersiapkan pemain. Jika tidak dilakukan persiapan yang cukup, maka kualitasnya pun tidak akan baik. "Saya butuh waktu sekitar 1,5 tahun untuk membuat satu film," katanya.
Beda halnya dengan para pembuat film yang mengutamakan kuantitas, dalam setahun bisa menargetkan membuat hingga 11 buah film.
Baca Juga:
Ia menambahkan, industri film juga membutuhkan dukungan pemerintah. Selama ini industri film dikenakan pajak yang tinggi tetapi tidak mendapat dukungan. Padahal untuk membuat film yang baik dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, antara lain melalui pendidikan.
Rudi Sanyoto, Wakil Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional mengatakan, sebenarnya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional menyediakan beasiswa untuk jurusan film. "Tapi mungkin banyak yang tidak tahu," katanya.
AQIDA SWAMURTI