Begitulah sebuah jalinan kisah asmara yang dikemas dalam pertunjukan opera karya seniman Sys NS berjudul Kisah Cinta Anak Koruptor & Pacarnya. Selama tiga hari berturut-turut, pop opera ini dipertunjukkan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat-Ahad lalu.
Cerita bermula dari vonis pengadilan terhadap Tuan Maruk Bangetan. Ayah Gerhana ini diputus bebas atas tindak korupsi yang dituduhkan kepadanya.
Putusan yang sama sekali tak adil itu membuat berang para demonstran, termasuk Sayanda. Aktivis yang diperankan Rini "Idol" ini semakin beringas menggebrak pengadilan tersebut. Tak terima atas keputusan hakim itu, ia mengerahkan teman-temannya untuk berunjuk rasa.
Kemarahan Sayanda tak hanya berhenti sampai di situ. Ia juga menggugat kekasihnya sendiri, Gerhana, yang diperankan oleh Gilang "Idol".
Hubungan mereka menjadi karut-marut. Sayanda tak bisa lagi menerima Gerhana, anak koruptor yang telah membuat hatinya tercabik-cabik oleh vonis itu.
Ceritanya sangat sederhana. Betapa Sys sangat menonjolkan nasionalisme dalam naskah yang ia tulis. "Saya sudah mulai menulis naskah ini sejak 5 tahun lalu," kata Sys seusai acara premier pada Kamis sore lalu. Tapi naskah itu tak segera dipentaskan karena terhambat biaya. Barulah tahun ini kesempatan tersebut ada.
Persiapan yang dilakukan pun sangat sempit, hanya satu bulan. Seluruh pemain yang berjumlah kurang-lebih 80 orang itu hanya melakukan latihan sembilan kali. "Dan itu pun tak pernah lengkap," ujar Sys.
Kemunculan sejumlah drama musikal sepanjang tahun lalu tak menciutkan nyali Sys untuk menampilkan opera ini. Bagi Sys, momen itu dimanfaatkan untuk menyiapkan penonton dalam kondisi yang terbiasa dengan tontonan musikal semacam ini.
Sys menganggap ide cerita korupsi masih saja relevan sampai kapan pun. Pergelaran tersebut adalah potret Indonesia saat ini. Tak banyak metafora yang dituangkan Sys dalam naskah. Hampir separuh pertunjukan ini disajikan dengan adegan yang sangat lugas. Penonton disuguhi jalan cerita yang gamblang dan sesekali menghibur karena Sys membuat beberapa parodi dalam adegan tersebut.
Simbolisasi yang menarik adalah ketika Sys menyentil dalam adegan preambul, ketika sesepuh yang diperankan oleh Ray Sahetapi merapal sebuah sajak. Sajak itu tak lain adalah petuah untuk janin yang berisi tentang doa agar tetap berjalan pada garis hidup yang telah ditentukan: menjadi koruptor. Sangat terlihat bahwa Sys begitu geram hingga korupsi pun bisa diturunkan kepada kerabat.
Ditambah lagi dengan kehadiran dalang yang diperankan oleh Sudjiwo Tedjo untuk mengantar pertunjukan itu. Ia memadukan pop dengan tradisi etnis. Sesekali terdengar tembang Jawa yang sarat petuah bijak maupun keprihatinan terhadap sebuah bangsa.
Sys merasa kesulitan menentukan pemeran. "Prioritas saya harus bisa menyanyi dulu. Baru setelah itu menari," ujarnya. "Meski pengadeganan juga penting di sini."
Maka tak mengherankan jika pemeran utama adalah peserta sebuah kontes penyanyi berbakat. Produksi suara yang dihasilkan oleh Rini maupun Gilang tetap terjaga meski mereka harus berjingkrak-jingkrak mengikuti gerakan koreografi.
Tata panggung hanya memanfaatkan satu latar ornamen, yaitu bangunan rangka besi bertrap dengan beberapa lantai. Di bagian paling bawah tersedia penjara. Separuh panggung di depannya digunakan untuk set yang lain, seperti pengadilan dan rumah Gerhana.
Lalu, bagaimana kisah dua sejoli itu selanjutnya? Tuan Maruk Bangetan kemudian bisa dimasukkan ke penjara setelah ia dijebak oleh pihak tertentu dan mengakui kejahatan korupsinya atas informasi Gerhana.
Di situlah Sayanda kemudian bersedia dipinang oleh kekasihnya. Pernikahan pun dilakukan di lingkungan penjara. Set pelaminan ditempatkan di sana. Hingga terucap kalimat oleh Sayanda yang tak biasa, meski sebetulnya kalimat ini akan lebih mengejutkan lagi jika diucapkan Sayanda cukup sekali, yaitu di ujung pertunjukan. "Aku memang cinta mati sama kamu, tapi sumpah mati, aku jauh lebih cinta sama negeri ini."
ISMI WAHID