Kini kenangan itu dia tuangkan dalam selembar kertas berukuran 35 x 25 sentimeter. Dengan cat air, dia lukiskan rumah dengan tiang jemuran di pekarangan dalam warna monokrom. Berjudul "Yang Tergadaikan", lukisan itu dia pajang dalam dalam pemeran tunggalnya, "The Long Road", di Kedai Kebun Forum Yogyakarta, 19 Februari-12 Maret 2011.
Ada total 16 karya lukis yang dia pamerkan di tempat itu. Semua dibuat dengan menggunakan cat air di atas selembar kertas yang rata-rata berukuran sama. "Saya lebih menikmati melukis dengan cat air," kata dia di sela pembukaan pameran, Sabtu (19/2) petang.
Kampungnya memang telah tergadai. "Sekarang sudah terkapling-kapling tanahnya," kata dia. "Padahal, dulu daerah itu adalah persawahan."
Alat berat masuk merusak sawah. Pemukiman dan pabrik berdiri. Gambaran itu bisa dilihat pada karya yang berjudul "Water Carrier". Beton-beton cor tergambar siap pasang di sebuah lahan, menjadi pipa saluran pembuangan air limbah pemukiman. Dia ingat dulu di atas lahan itu adalah jalan setapak menuju persawahan.
Pameran ini berangkat dari kenangan. Awalnya, ada banyak obyek dalam kenangannya dia kumpulkan. Satu per satu obyek itu dipotret sebelum "naik" ke kertas lukis. Karena proses itu, tak heran jika karyanya terasa begitu nyata.
Tak hanya berasal dari kenangan pribadinya, obyek lukisan juga didapat dari dokumentasi orang-orang terdekatnya, yakni ayah, adik dan suaminya. "Under The Bridge" misalnya. Lukisan yang menggambarkan sebuah jembatan yang menghubungkan dua desa di Cirebon itu berangkat dari hasil dokumentasi ayahnya.
Pameran ini sekaligus menjadi reportase perjalanan panjang hidupnya. Dua tahun lamanya, dari 2003 hingga 2004, alumnus Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung tahun 2003 itu tinggal di Belanda untuk mengikuti program artist in residence di Rijksakademie van Beeldende Kunsten.
Kenangannya tinggal di luar negeri itu pun dia eksplorasi dalam karyanya. Semisal "Harlem Shuffle", sebuah tempat di Amsterdam. Di sana ada sebuah tempat pemberhentian trem di mana dia sering berganti kendaraan.
Atau, kenangannya di Jerman yang terlukis dalam "Rosa Luxemburg-Platz". Sebuah tempat di Berlin yang mengingatkannya kepada sosok Rosa Luxemburg, perempuan revolusioner dan tokoh gerakan sosial dunia.
Dibutuhkan waktu enam bulan untuk mengumpulkan potongan kenangan itu. Dari orang-orang terdekat hingga pribadinya. Dari Cirebon, Bandung, Belanda hingga Jerman.
ANANG ZAKARIA